Tulisan sebelumnya mengenai permasalahan perlindungan tanaman dan dampak yang ditimbulkan telah menguraikan berbagai permasalahan perlindungan tanaman dengan contoh-contoh yang relevan dengan keadaan di Provinsi NTT dan Indonesia. Pada tulisan mengenai pengertian, ruang lingkup, dan faktor-faktor yang menentukan kebijakan ini diuraikan pengertian kebijakan, ruang lingkup kebijakan perlindungan tanaman, dan faktor-faktor yang menentukan pengambilan kebijakan perlindungan tanaman.
Uraian
Kutipan di atas merupakan lanjutan dari berita Business Lines (2007). Menurut berita ini, pemerintah perlu melakukan sesuatu untuk mengatasi kebingungan petani. Kebijakan menurut berita ini merupakan sesuatu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dapat dijadikan arahan oleh para pemangku kepentingan (stakeholders), termasuk petani, dalam mengambil tindakan yang tepat terhadap permasalahan perlindungan tanaman. Mengenai permasalahan pestisida di India, pemerintah diharapkan mengambil kebijakan yang dimulai dengan (a) memberikan ijin pendaftaran hanya kepada pestisida perusahan yang telah melakukan studi menyeluruh mengenai keamanan dan efikasi produk yang didaftarkannya dan (b) mengharuskan semua perusahaan pestisida menerapkan praktik fabrikasi pestisida yang baik (good manufactoring practices).
Kebijakan (policy) berbeda dengan kebijaksanaan (wisdom). Kebijakan diberlakukan sama kepada semua pihak, kebijaksanaan diberikan kepada suatu pihak dengan pertimbangan khusus mengenai keadaan pihak tersebut. Misalnya, petani yang kesulitan mengembalikan kredit usahatani karena mengalami gagal panen akibat banjir diberikan kebijaksanaan menunda waktu pengembalian kreditnya. Kebijaksanaan ini tidak berlaku bagi petani yang tidak mengalami gagal panen di desa yang sama sekalipun. Kebijaksanaan dibuat karena situasi khusus, kebijakan dalam keadaan situasi normal. Di Indonesia yang menganut sistem hukum kontinental, kebijakan dirumuskan dan/atau didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Misalnya, Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan dasar seluruh bagi seluruh kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia karena Undang-undang (UU) No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman telah mengatur bahwa PHT merupakan sistem perlindungan tanaman di Indonesia. Demikian juga dengan kewajiban pemerintah untuk ikut melakukan tindakan perlindungan tanaman bila terjadi eksplosi OPT sebagaimana telah diatur dengan UU yang sama.
(a) (b)
Gambar 1.5. Kebijakan perlindungan tanaman: (a) Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) dan (b) Petugas pemerintah sedang melakukan pengambilan sampel untuk pemantauan OPT
Kebijakan perlindungan tanaman diperlukan karena berbagai alasan, di antaranya:
Pada hakekatnya, kebijakan diperlukan agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan tanaman. Kebijakan dapat dibuat secara lokal melalui musyawarah masyarakat atau secara regional dan nasional melalui pembuatan undang-undang dan peraturan pemerintah. Pengambilan kebijakan diperlukan agar perlindungan tanaman dapat dilaksanakan secara terencana dan berkesinambungan sehingga hasil yang diperoleh sesuai dengan biaya yang telah dikeluarkan dan untuk mencegah terjadinya berbagai dampak negatif. Kesinambungan diperlukan agar efektivitas pengendalian benar-benar dapat dicapai. Pengambilan kebijakan merupakan tugas pelayanan yang harus diberikan oleh pemerintah kepada rakyat. Pemerintah yang telah dibiayai melalui pajak oleh masyarakat berkewajiban melayani masyarakat dalam mengatasi permasalahan yang timbul, termasuk permasalahan OPT. Kebijakan perlintan dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang diberikan kewenangan dan tanggung jawab di bidang perlintan (direktorat perlintan pada ditjen pertanian tanaman pangan, ditjen hortikultura, dan ditjen perkebunan Deptan, kini Kementan).
Perumusan kebijakan perlindungan tanaman di suatu negara dipengaruhi oleh beragam faktor.
Kebijakan perlindungan tanaman mempunyai ruang lingkup yang luas. Sebagai dasar, melalui matakuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman akan dibahas aspek-aspek kebijakan perlindungan tanaman sebagai berikut:
Ruang lingkup kebijakan perlindungan tanaman tersebut di atas masing-masing dibahas dengan menggunakan berbagai aspek dan sudut pandang kebijakan secara terpadu.
Latihan
Carilah definisi kebijakan dan kebijaksanaan (antara lain dengan mengunjungi situs Wikipedia Indonesia). Kutiplah definisi yang diperoleh dan bandingkan dengan isi uraian pada kegiatan belajar ini.
Rangkuman
Kebijakan merupakan sesuatu yang ditetapkan untuk dapat dijadikan arahan oleh para pemangku kepentingan, termasuk petani, dalam mengambil tindakan yang tepat terhadap permasalahan perlindungan tanaman. Kebijakan diperlukan agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan tanaman. Kebijakan dapat dibuat secara lokal melalui musyawarah masyarakat atau secara reginal dan nasional melalui pembuatan undang-undang dan peraturan pemerintah. Kebijakan perlindungan tanaman yang dirumuskan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang perlu dipahami oleh pihak yang merumuskan, pihak yang melaksanakan kebijakan, maupun oleh pihak yang menerima berbagai konsekuensi atas pelaksanaan kebijakan tersebut.
Quite often, there are ‘ill-informed’ reports that pesticides pose a risk to human/animal health and the environment. This confuses farmers and affects their ability to take informed decisions. The absence of a policy confounds the confusion.Kutipan ini diambil dari berita Business Lines (2007) yang mengabarkan kebingungan petani India karena di negara tersebut belum ada kebijakan (policy) mengenai pestisida. Lalu, apakah sebenarnya yang dimaksud dengan kebijakan itu?
Clearly, the current set-up is far from delivering what the Indian agriculture expects from the crop protection sector to meet the challenges ahead. A complete overhaul is the need of the hour. The Government must begin the process by announcing a long-term and stable policy; the amendments to the Insecticides Act should follow. The focus of these should primarily be to (i) grant registration only to applicants submitting complete studies on "safety" and "efficacy", and (ii) make adoption of good manufacturing practices mandatory for all units.
Kutipan di atas merupakan lanjutan dari berita Business Lines (2007). Menurut berita ini, pemerintah perlu melakukan sesuatu untuk mengatasi kebingungan petani. Kebijakan menurut berita ini merupakan sesuatu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dapat dijadikan arahan oleh para pemangku kepentingan (stakeholders), termasuk petani, dalam mengambil tindakan yang tepat terhadap permasalahan perlindungan tanaman. Mengenai permasalahan pestisida di India, pemerintah diharapkan mengambil kebijakan yang dimulai dengan (a) memberikan ijin pendaftaran hanya kepada pestisida perusahan yang telah melakukan studi menyeluruh mengenai keamanan dan efikasi produk yang didaftarkannya dan (b) mengharuskan semua perusahaan pestisida menerapkan praktik fabrikasi pestisida yang baik (good manufactoring practices).
Kebijakan (policy) berbeda dengan kebijaksanaan (wisdom). Kebijakan diberlakukan sama kepada semua pihak, kebijaksanaan diberikan kepada suatu pihak dengan pertimbangan khusus mengenai keadaan pihak tersebut. Misalnya, petani yang kesulitan mengembalikan kredit usahatani karena mengalami gagal panen akibat banjir diberikan kebijaksanaan menunda waktu pengembalian kreditnya. Kebijaksanaan ini tidak berlaku bagi petani yang tidak mengalami gagal panen di desa yang sama sekalipun. Kebijaksanaan dibuat karena situasi khusus, kebijakan dalam keadaan situasi normal. Di Indonesia yang menganut sistem hukum kontinental, kebijakan dirumuskan dan/atau didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Misalnya, Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan dasar seluruh bagi seluruh kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia karena Undang-undang (UU) No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman telah mengatur bahwa PHT merupakan sistem perlindungan tanaman di Indonesia. Demikian juga dengan kewajiban pemerintah untuk ikut melakukan tindakan perlindungan tanaman bila terjadi eksplosi OPT sebagaimana telah diatur dengan UU yang sama.
(a) (b)
Gambar 1.5. Kebijakan perlindungan tanaman: (a) Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) dan (b) Petugas pemerintah sedang melakukan pengambilan sampel untuk pemantauan OPT
Kebijakan perlindungan tanaman diperlukan karena berbagai alasan, di antaranya:
- OPT menimbulkan kerugian dalam areal yang luas terhadap banyak petani. Cakupan areal yang luas dan jumlah penduduk yang banyak memerlukan penanggulangan secara sistematis dan terkoordinasi agar tidak terjadi kekacaoan. Penanggulangan secara sistematis dan terkoordinasi memerlukan pengaturan.
- Kegiatan perlindungan yang dilakukan oleh seorang petani dapat menimbulkan dampak yang merugikan petani lain. Kerugian petani lain dapat terjadi karena perpindahan OPT, dampak negatif kegiatan perlintan, dsb., sehingga berpotensi menimbulkan konflik. Kebijakan diperlukan untuk mengatur agar tidak terjadi pihak-pihak yang dirugikan akibat dilakukannya suatu tindakan perlintan.
- Tindakan perlindungan tanaman dapat menimbulkan dampak yang justeru menimbulkan masalah baru. Penggunaan pestisida dapat menimbulkan resistensi OPT, resurgensi OPT, dan ledakan OPT sekunder sehingga terjadi masalah OPT baru. Penggunaan pestisida perlu diatur agar potensi terjadinya masalah baru dapat diminalisasi
- Tindakan perlindungan tanaman dapat membahayakan kesehatan dan isu bahaya kesehatan dapat menimbulkan kerugian ekonomis yang luas. Pestisida menimbulkan residu pada hasil tanaman yang jika dikonsumsi dapat menimbulkan gangguan kesehatan akut. Adanya residu pada hasil pertanian dapat digunakan oleh negara lain untuk menolak masuknya produk pertanian ke negara yang bersangkutan sehingga terjadi kesulitan pemasaran hasil.
- Tindakan perlindungan tanaman dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Drift pestisida dapat memasuki badan perairan dan tanah, masuk ke dalam rantai makanan dan menimbulkan pembengkakan biologis yang mematikan bagi organisme pada tingkat trofik tinggi (karnivora). Residu pestisida di alam dapat mengganggu berbagai proses ekosistem sehingga terjadi dampak kumulatif yang sulit dapat diprediksi.
Pada hakekatnya, kebijakan diperlukan agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan tanaman. Kebijakan dapat dibuat secara lokal melalui musyawarah masyarakat atau secara regional dan nasional melalui pembuatan undang-undang dan peraturan pemerintah. Pengambilan kebijakan diperlukan agar perlindungan tanaman dapat dilaksanakan secara terencana dan berkesinambungan sehingga hasil yang diperoleh sesuai dengan biaya yang telah dikeluarkan dan untuk mencegah terjadinya berbagai dampak negatif. Kesinambungan diperlukan agar efektivitas pengendalian benar-benar dapat dicapai. Pengambilan kebijakan merupakan tugas pelayanan yang harus diberikan oleh pemerintah kepada rakyat. Pemerintah yang telah dibiayai melalui pajak oleh masyarakat berkewajiban melayani masyarakat dalam mengatasi permasalahan yang timbul, termasuk permasalahan OPT. Kebijakan perlintan dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang diberikan kewenangan dan tanggung jawab di bidang perlintan (direktorat perlintan pada ditjen pertanian tanaman pangan, ditjen hortikultura, dan ditjen perkebunan Deptan, kini Kementan).
Perumusan kebijakan perlindungan tanaman di suatu negara dipengaruhi oleh beragam faktor.
- Terjadinya eksplosi OPT yang berskala luas dan sangat merugikan secara nasional. Misalnya, PHT ditetapkan sebagai dasar kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia setelah sebelumnya penggunaan pestisida secara besar-besaran ternyata menimbulkan resistensi dan resistensi OPT sasaran dan eksplosi OPT sekunder.
- Kesadaran lingkungan global yang semakin meningkat, terutama di negara-negara maju. Sejak buku The Silent Spring tulisan Rachel Carson beredar luas, kesadaran akan bahaya pestisida terus meningkat. Kesadaran mengenai bahaya pestisida tersebut semakin memperoleh momentum seiring dengan meningkatnya kesadaran lingkungan di berbagai negara maju.
- Globalisasi dan pasar bebas yang memungkinkan OPT dengan mudah menyebar seiring dengan meningkatnya perpindahan barang dan orang. Gobalisasi memungkinkan OPT berpindah melewati rintangan alam yang sebelumnya menjadi batas-batas sebaran geografiknya. Pasar bebas memungkinkan lebih banyak barang berpindah antar negara dan seiring dengan perpindahan barang tersebut juga terjadi pemencaran OPT yang menyebar dengan perantaraan barang.
- Perubahan iklim berupa meningkatnya suhu permukaan bumi sebagai akibat dari meningkatnya kandungan gas-gas karbon dan belerang di udara. Meningkatnya suhu memungkinkan OPT yang sebaram geografiknya semula terbatas di kawasan tropika memencar ke kawasan sub-tropika dan yang semula hanya di dataran rendah memencar ke dataran tinggi.
- Perubahan sistem politik dan pemerintahan, yang memungkinkan masyarakat menjadi lebih berani menyampaikan keluhan mengenai OPT secara lebih terbuka dan pemerintah daerah mempunyai kewenangan otonom untuk merumuskan kebijakan perlindungan tanamannya sendiri.
Kebijakan perlindungan tanaman mempunyai ruang lingkup yang luas. Sebagai dasar, melalui matakuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman akan dibahas aspek-aspek kebijakan perlindungan tanaman sebagai berikut:
- Pengertian kebijakan perlindungan tanaman, faktor, faktor yang mempengaruhi, dan tantangan yang dihadapi ke depan (Modul 1 dan Modul 6)
- Peraturan perundang-undangan sebagai dasar pengambilan kebijakan perlindungan tanaman (Modul 2)
- PHT sebagai dasar seluruh kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia (Modul 3)
- Perkembangan PHT dan munculnya ketahanan hayati (biosecurity) sebagai paradigma perlindungan lintas sektoral (Modul 4)
- Pengelolaan program perlindungan tanaman (Modul 5)
Ruang lingkup kebijakan perlindungan tanaman tersebut di atas masing-masing dibahas dengan menggunakan berbagai aspek dan sudut pandang kebijakan secara terpadu.
Latihan
Carilah definisi kebijakan dan kebijaksanaan (antara lain dengan mengunjungi situs Wikipedia Indonesia). Kutiplah definisi yang diperoleh dan bandingkan dengan isi uraian pada kegiatan belajar ini.
Rangkuman
Kebijakan merupakan sesuatu yang ditetapkan untuk dapat dijadikan arahan oleh para pemangku kepentingan, termasuk petani, dalam mengambil tindakan yang tepat terhadap permasalahan perlindungan tanaman. Kebijakan diperlukan agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan tanaman. Kebijakan dapat dibuat secara lokal melalui musyawarah masyarakat atau secara reginal dan nasional melalui pembuatan undang-undang dan peraturan pemerintah. Kebijakan perlindungan tanaman yang dirumuskan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang perlu dipahami oleh pihak yang merumuskan, pihak yang melaksanakan kebijakan, maupun oleh pihak yang menerima berbagai konsekuensi atas pelaksanaan kebijakan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk menyampaikan komentar, silahkan ketik dalam kotak di bawah ini