Sebagai negara yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental, segala kebijakan pemerintah didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) yang berlaku efektif sejak November 2004, tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia adalah: Undang-undang Dasar 1945, Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Keputusan Presiden (Kepres), dan Peraturan Daerah (Perda, meliputi Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, dan Peraturan Desa). Demikian juga dengan kebijakan perlindungan tanaman, sebagaimana kebijakan dalam bidang lainnya, juga diatur melalui peraturan perundang-undngan.
Uraian
Sesuai dengan ketentuan mengenai tata urutan pembentukan perundang-undangan tersebut di atas, peraturan perundang-undangan yang mengatur kebijakan perlindungan tanaman pada pemerintahan pusat terdiri atas UU, PP, Peraturan Menteri, Peraturan Bersama Menteri, Keputusan Menteri, Peraturan Direktur Jenderal, Keputusan Direktur Jenderal, dan seterusnya. Pada pemerintahan provinsi, kebijakan perlindungan tanaman dapat diatur lebih lanjut melalui peraturan daerah provinsi, peraturan gubernur, dan keputusan gubernur dan pada pemerintah kabupaten kota melalui peraturan daerah kabupaten/kota, peraturan bupati/walikota, dan keputusan bupati/walikota. Peraturan perundang-undangan pada tingkat daerah mengatur hal-hal tertentu yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan pada tingkat pusat.
Pada tingkat pusat, peraturan perundang-undangan yang mengatur kebijakan perlindungan tanaman adalah UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman selanjutnya dijabarkan melalui PP No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, sedangkan UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dalam kaitan dengan tumbuhan diatur lebih lanjut melalui PP No. 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan. Di antara keempat peraturan perundang-undangan, UU No. 12 Tahun 1992 dapat dipandang sebagai payung peraturan perundang-undang mengenai perlindungan tanaman. Hal ini karena UU No. 16 Tahun 1996 mengatur hanya satu di antara kegiatan/tindakan perlindungan tanaman sebagaimana yang telah ditetapkan dalam UU No. 12 Tahun 1992. Keempat peraturan perundang-undangan tersebut dijabarkan lebih lanjut melalui peraturan menteri, keputusan menteri, peraturan direktur jenderal, keputusan direktur jenderal, dst., sebagaimana dapat dilihat pada halaman Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) pada website Kementerian Pertanian.
UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman terdiri atas 12 bab dan 66 pasal. Ketentuan mengenai perlindungan tanaman diatur pada Bab III mengenai Penyelenggaraan Budidaya Tanaman sebagai Bagian Keenam mengenai Perlindungan Tanaman mulai dari Pasal 20 sampai dengan Pasal 27. Pasal 20 menyatakan bahwa “Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu”. Selanjutnya, Pasal 21 menyatakan bahwa “perlindungan tanaman dilaksanakan melalui kegiatan berupa:
PP No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman terdiri atas 6 bab yang mencakup 29 pasal. Bab-bab dalam peraturan pemerintah tersebut adalah sebagai berikut:
UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan terdiri atas 11 bab yang mencakup 34 pasal:
PP No. 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan terdiri atas 13 bab yang mencakup 95 pasal. PP ini pada dasarnya merupakan pengulangan dari pasal-pasal dalam UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dengan ketentuan yang lebih rinci:
(a) (b)
Gambar 2.1. Tindakan perlindungan tanaman: (a) Petugas karantina sedang melakukan pemeriksaan (Badan Karantina Pertanian, http://karantina.deptan.go.id/index.php?link= news&id=79), (b) Penyemprotan insektisida untuk mengendalikan wereng cokelat, dan (d) Pembakaran untuk melakukan eradikasi
Latihan
Unduh UU No. 12 Tahun 1992 dan PP No. 6 Tahun 1995, kemudian bacalah setiap peraturan perundang-undangan tersebut dengan seksama. Carilah apakah ada hal-hal yang tidak konsisten antara UU No. 12 Tahun 1992 dan PP No. 6 Tahun 1995 dan antara kedua pertauran perundang-undangan tersebut dengan teori mengenai perlindungan tanaman.
Rangkuman
Peraturan perundang-undangan pokok mengenai perlindungan tanaman mencakup UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tumbuhan, UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, PP. No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan PP. No. 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan. Pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan tersebut mengatur berbagai aspek perlindungan tanaman, termasuk kewajiban pemerintah dan masyarakat. Pasal-pasal tersebut seharusnya dinyatakan dengan menggunakan istilah yang seluruhnya didefinisikan dengan jelas dan digunakan secara konsisten sehingga tidak membingungkan.
Uraian
Sesuai dengan ketentuan mengenai tata urutan pembentukan perundang-undangan tersebut di atas, peraturan perundang-undangan yang mengatur kebijakan perlindungan tanaman pada pemerintahan pusat terdiri atas UU, PP, Peraturan Menteri, Peraturan Bersama Menteri, Keputusan Menteri, Peraturan Direktur Jenderal, Keputusan Direktur Jenderal, dan seterusnya. Pada pemerintahan provinsi, kebijakan perlindungan tanaman dapat diatur lebih lanjut melalui peraturan daerah provinsi, peraturan gubernur, dan keputusan gubernur dan pada pemerintah kabupaten kota melalui peraturan daerah kabupaten/kota, peraturan bupati/walikota, dan keputusan bupati/walikota. Peraturan perundang-undangan pada tingkat daerah mengatur hal-hal tertentu yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan pada tingkat pusat.
Pada tingkat pusat, peraturan perundang-undangan yang mengatur kebijakan perlindungan tanaman adalah UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman selanjutnya dijabarkan melalui PP No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, sedangkan UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dalam kaitan dengan tumbuhan diatur lebih lanjut melalui PP No. 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan. Di antara keempat peraturan perundang-undangan, UU No. 12 Tahun 1992 dapat dipandang sebagai payung peraturan perundang-undang mengenai perlindungan tanaman. Hal ini karena UU No. 16 Tahun 1996 mengatur hanya satu di antara kegiatan/tindakan perlindungan tanaman sebagaimana yang telah ditetapkan dalam UU No. 12 Tahun 1992. Keempat peraturan perundang-undangan tersebut dijabarkan lebih lanjut melalui peraturan menteri, keputusan menteri, peraturan direktur jenderal, keputusan direktur jenderal, dst., sebagaimana dapat dilihat pada halaman Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) pada website Kementerian Pertanian.
UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman terdiri atas 12 bab dan 66 pasal. Ketentuan mengenai perlindungan tanaman diatur pada Bab III mengenai Penyelenggaraan Budidaya Tanaman sebagai Bagian Keenam mengenai Perlindungan Tanaman mulai dari Pasal 20 sampai dengan Pasal 27. Pasal 20 menyatakan bahwa “Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu”. Selanjutnya, Pasal 21 menyatakan bahwa “perlindungan tanaman dilaksanakan melalui kegiatan berupa:
- pencegahan masuknya organisme pengganggu tumbuhan ke dalam dan tersebarnya dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
- pengendalian organisme pengganggu tumbuhan;
- eradikasi organisme pengganggu tumbuhan.”
PP No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman terdiri atas 6 bab yang mencakup 29 pasal. Bab-bab dalam peraturan pemerintah tersebut adalah sebagai berikut:
- Bab I Ketentuan Umum yang mencakup Pasal 1 sampai Pasal 4, memuat definisi mengenai istilah yang digunakan di dalam peraturan pemerintah ini (Pasal 1), waktu pelaksanaan kegiatan/tindakan perlindungan tanaman (Pasal 2), sistem dan tindakan perlindungan tanaman (Pasal 3), serta sarana dan cara perlindungan tanaman (Pasal 4).
- Bab II Pencegahan Penyebaran OPT yang mencakup Pasal 5 sampai Pasal 7, memuat ketentuan mengenai tindakan karantina (Pasal 5), jenis tindakan karantina (Pasal 6), dan penentuan area karantina (Pasal 7).
- Bab III Pengendalian OPT yang mencakup Pasal 8 sampai Pasal 22, memuat pemaduan teknik pengendalian (Pasal 8), pemantauan dan prakiraan OPT (Pasal 9), cara pengendalian OPT (Pasal 10), pelaksanaan pengendalian OPT (Pasal 11), sarana pengendalian OPT (Pasal 12-Pasal 16), pelaporan pelaksanaan pengendalian OPT (Pasal 17), kewajiban memantau, mencegah, dan mengendalikan dampak negatif pelaksanaan pengendalian OPT (Pasal 18), pestisida sebagai alternatif terakhir (Pasal 19), pengawasan pestisida (Pasal 20), pengendalian OPT yang berupa satwa liar (Pasal 21), dan petunjuk teknis pengendalian OPT (Pasal 22).
- Bab IV Eradikasi yang mencakup Pasal 23 sampai Pasal 26, memuat ketentuan mengenai eradikasi OPT (Pasal 23), ketentuan mengenai sasaran eradikasi selain OPT (Pasal 24), pelaksanaan eradikasi (Pasal 25), dan ketentuan mengenai kompensasi atau bantuan (Pasal 26)
- Bab V Ketentuan Peralihan yang mencakup Pasal 27 dan Pasal28.
- Bab VI Ketentuan Penutup yang mencakup Pasal 29.
UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan terdiri atas 11 bab yang mencakup 34 pasal:
- Bab I Ketentuan Umum yang mencakup Pasal 1 sampai Pasal 4, memuat definisi istilah (Pasal 1), azas (Pasal 2), tujuan (Pasal 3), dan ruang lingkup (Pasal 4).
- Bab II Persyaratan Karantina yang mencakup Pasal 5 sampai Pasal 8, memuat ketentuan pemasukan media pembawa ke wilayah RI (Pasal 5), pemindahan media pembawa antar area karantina (Pasal 6), pengeluaran media pembawa dari wilayah RI (Pasal 7), dan kewajiban tambahan (Pasal 8).
- Bab III Tindakan Karantina yang mencakup Pasal 9 sampai Pasal 22, memuat ketentuan mengenai pengenaan tindakan karantina (Pasal 9), jenis tindakan karantina (Pasal 10), ketentuan mengenai setiap jenis tindakan karantina (Pasal 11-Pasal 19), pelaksanaan tindakan karantina (Pasal 20), tindakan karantina terhadap obyek di luar media pembawa (Pasal 21), dan pungutan jasa karantina (Pasal 22).
- Bab IV Kawasan Karantina yang mencakup Pasal 23, memuat penetapan suatu kawasan sebagai kawasan karantina.
- Bab V Jenis Hama dan Penyakit, Organisme Pengganggu, dan Media Pembawa yang mencakup Pasal 24 dan Pasal 25, memuat penetapan jenis hama dan penyakit serta organisme pengganggu karantina dan jenis media pembawa yang dilarang (Pasal 24) serta ketentuan mengenai media pembawa lain (Pasal 25).
- Bab VI Tempat Pemasukan dan Pengeluaran yang mencakup Pasal 26 dan Pasal 27, memuat penetapan tempat-tempat pemasukan dan ketentuan mengenai alat angkut transit (Pasal 28).
- Bab VII Pembinaan yang mencakup Pasal 28 dan Pasal 29, memuat pembinaan kesadaran masyarakat (Pasal 28) dan penggalangan peranserta masyarakat (Pasal 29).
- Bab VIII Penyidikan yang mencakup hanya Pasal 30, memuat ketentuan mengenai penyidikan oleh petugas karantina.
- Bab IX Ketentuan Pidana yang mencakup hanya Pasal 31, memuat ketentuan mengenai sanksi pidana terhadap pelanggaran ketentuan karantina.
- Bab X Ketentuan Peralihan yang mencakup hanya Pasal 32, memuat ketentuan mengenai berlakunya peraturan perundang-undangan lain yang tidak bertentangan.
- Bab VI Ketentuan Penutup yang mencakup Pasal 33 dan Pasal 34, memuat peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak berlaku lagi (Pasal 33) dan mulainya berlaku undang-undang ini (Pasal 34).
PP No. 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan terdiri atas 13 bab yang mencakup 95 pasal. PP ini pada dasarnya merupakan pengulangan dari pasal-pasal dalam UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dengan ketentuan yang lebih rinci:
- Bab I Ketentuan umum, mencakup Pasal 1 yang menguraikan definisi istilah
- Bab II Persyaratan karantina tumbuhan yang mengatur persyaratan media pembawa yang dibawa masuk ke wilayah Indonesia (Pasal 2), persyaratan media pembawa yang dibawa antar area dalam wilayah Indonesia (pasal 3), persyaratan media pembawa yang dibawa keluar dari wilayah Indonesia (pasal 4), dan ketentuan mengenai persyaratan tambahan media pembawa (pasal 5).
- Bab III Tindakan karantina tumbuhan, mengatur mengenai ketentuan umum (Pasal 6-Pasal 14), pemasukan media pembawa dari luar negeri (Pasal 15-Pasal 27), pengeluaran dan pemasukan media pembawa dari suatu area ke area lain (Pasal 28-Pasal 38), pengeluaran media pembawa dari wilayan Indonesia (Pasal 39-Pasal 45), instalasi karantina (Pasal 46-Pasal 47), tindakan karantina tumbuhan di luar tempat pemasukan dan pengeluaran (Pasal 48-Pasal 50), tindakan karantina tumbuhan terhadap orang, alat angkut, peralatan, dan pembungkus (Pasal 51-Pasal 61), transit media pembawa (Pasal 62-Pasal 66), transit alat angkut (Pasal 67-Pasal 69), tindakan karantina tumbuhan dalam keadaan darurat (Pasal 70), tindakan karantina tumbuhan terhadap barang diplomatik (Pasal 71), tindakan karantina tumbuhan oleh pihak ketiga (Pasal 72), media pembawa dalam penguasaan instansi lain (pasal 73), pemasukan media pembawa yang ditolak negara atau area tujuan (Pasal 74), tindakan karantina terhadap media pembawa OPT penting (Pasal 75), dan dokumen tindakan karantina tumbuhan (Pasal 76).
- Bab IV Pungutan jasa karantina tumbuhan yang mengatur ketentuan mengenai pengenaan jasa karantina tumbuhan (Pasal 77) dan ketentuan mengenai penerimaan dari pengenaan jasa karantina tumbuhan sebagai PNBP (Pasal 78).
- Bab V Kawasan karantina tumbuhan yang mengatur mengenai kewenangan penetapan kawasan karantina tumbuhan (Pasal 79), kewenangan pencegahan penyebaran dan pemberantasan OPT dalam kawasan karantina tumbuhan (Pasal 80), status kawasan karantina tumbuhan (Pasal 81), dan ketentuan lebih lanjut (Pasal 82).
- Bab VI Jenis OPT dan media pembawa yang mengatur mengenai kewenangan menteri menetapkan jenis-jenis OPT Karantina Golongan I, OPT Karantina Golongan II, OPT Penting serta media pembawanya (Pasal 83), kewenangan menteri menetapkan jenis-jenis media pembawa OPT Karantina yang dimasukkan ke atau dikeluarkan dari wilayah Indonesia dan dimasukkan ke atau dikeluarkan dari area karantina (Pasal 84), dan kegiatan pemantauan OPT karantina (Pasal 85)
- Bab VII Media pembawa lain, yang mengatur mengenai pemusnahan media pembawa lain (Pasal 86) dan sarana penampungan dan pemusnahan media pembawa lain (Pasal 87).
- Bab VIII Tempat pemasukan dan pengeluaran, yang mengatur mengenai kewenangan menteri menetapkan tempat pemasukan dan pengeluaran (Pasal 88).
- Bab IX Pembinaan, yang mengatur mengenai kewenangan menteri melakukan pembinaan untuk meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam bidang perkarantinaan tumbuhan (Pasal 89)
- Bab X Kerja sama antar negara di bidang karantina tumbuhan, mengatur mengenai kewenangan menteri melakukan kerja sama antar negara di bidang karantina tumbuhan (Pasal 90)
- Bab XI Petugas karantina tumbuhan, mengatur mengenai pelaksanaan tindakan karantina tumbuhan oleh petugas karantina tumbuhan (Pasal 91), lingkup kewenangan petugas karantina tumbuhan dalam melakukan tindakan karantina tumbuhan (Pasal 92), dan kewenangan penyidikan tindak pidana bidang karantina tumbuhan (Pasal 93).
- Bab XII Ketentuan peralihan, diatur dalam Pasal 94
- Bab XIII, Ketentuan penutup, diatur dalam Pasal 95.
(a) (b)
Gambar 2.1. Tindakan perlindungan tanaman: (a) Petugas karantina sedang melakukan pemeriksaan (Badan Karantina Pertanian, http://karantina.deptan.go.id/index.php?link= news&id=79), (b) Penyemprotan insektisida untuk mengendalikan wereng cokelat, dan (d) Pembakaran untuk melakukan eradikasi
Latihan
Unduh UU No. 12 Tahun 1992 dan PP No. 6 Tahun 1995, kemudian bacalah setiap peraturan perundang-undangan tersebut dengan seksama. Carilah apakah ada hal-hal yang tidak konsisten antara UU No. 12 Tahun 1992 dan PP No. 6 Tahun 1995 dan antara kedua pertauran perundang-undangan tersebut dengan teori mengenai perlindungan tanaman.
Rangkuman
Peraturan perundang-undangan pokok mengenai perlindungan tanaman mencakup UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tumbuhan, UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, PP. No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan PP. No. 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan. Pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan tersebut mengatur berbagai aspek perlindungan tanaman, termasuk kewajiban pemerintah dan masyarakat. Pasal-pasal tersebut seharusnya dinyatakan dengan menggunakan istilah yang seluruhnya didefinisikan dengan jelas dan digunakan secara konsisten sehingga tidak membingungkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk menyampaikan komentar, silahkan ketik dalam kotak di bawah ini