Pada tulisan yang berkaitan dengan PHT sebagai sistem perlindungan tanaman telah diuraikan keberhasilan Indonesia dalam melaksanakan PHT, terutama PHT-SL. Namun keberhasilan tersebut tidak menjadikan PHT benar-benar tanpa tantangan. Di antara berbagai tantangan yang dihadapi oleh PHT, yang telah disebutkan tetapi belum dibahas tuntas pada tulisan sebelumnya adalah sifat PHT yang sangat sektoral, bahkan sub-sektoral, dan sifat yang cenderung reaktif, bukannya antisipatif, yaitu bertindak setelah ada OPT, bukannya sebelum OPT ada. Tulisan ini menguraikan mengenai PHT yang disebut sebagai sistem terpadu tetapi kenyataannya masih bersifat sektoral.
Uraian
UU No 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman telah memperkokoh status PHT secara hukum sebagai sistem perlindungan tanaman di Indonesia. UU tersebut, sebagaimana telah dibahas pada Modul 2, terdiri atas 12 bab dan perlindungan tanaman merupakan bagian keenam dari Bab III Penyelenggaraan Budidaya Tanaman yang mencakup bagian-bagian: (1) Pembukaan dan Pengolahan Lahan, dan Penggunaan Media Tumbuh Tanaman, (2) Perbenihan, (3) Pengeluaran dan Pemasukan Tumbuhan dan Benih Tanaman, (4) Penanaman, (5) Pemanfaatan Air, (6) Perlindungan Tanaman, (7) Pemeliharaan Tanaman, (8) Panen, dan (9) Pascapanen. Meskipun pada PP No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman telah disebutkan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan mulai pada saat pra-tanam, tanam, dan pascapanen, penyebutan PHT sebagai sistem perlindungan tanaman pada Pasal 20 UU No. 12 Tahun 1992 menyiratkan bahwa PHT bukan menjadi bagian dari bagian-bagian lain dari penyelenggaraan budidaya tanaman. Bahkan dalam perlindungan tanaman sendiri, yang terdiri atas kegiatan/tindakan pencegahan (karantina), pengendalian, dan eradikasi, adanya kata ‘pengendalian’ dalam PHT mengesankan PHT hanya menjadi kepentingan kegiatan/tindakan pengendalian, bukan kegiatan/tindakan pencegahan (karantina) dan eradikasi.
Alinea di atas menunjukkan kedudukan PHT yang sangat sub-sektoral, yaitu hanya merupakan kepentingan sub-sektor perlindungan tanaman dari sektor pertanian dalam arti luas (pertanian tanaman, kehutanan, peternakan, perikanan) yang di banyak negara disebut sebagai sektor primer. Bahkan dalam sub-sektor perlindungan tanaman tersebut, PHT ditargetkan terutama bagi petani, sedangkan konsumen kurang mendapat perhatian. Padahal, selain petani sebagai produsen, konsumen merupakan pemangku kepentingan yang sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan PHT. Tanpa dukungan konsumen yang sadar akan bahaya pestisida maka petani akan terus didorong untuk menghasilkan produk pertanian yang bebas OPT daripada bebas pestisida. Dorongan menghasilkan produk bebas OPT, selain karena kepentingan konsumen, juga karena berbagai ketentuan perdagangan internasional yang mengharuskan produk yang diperdagangkan bebas OPT. Ketentuan ini dikenal sebagai hambatan non-tarif (non-tariff barrier to trade) yang sebenarnya tidak diperbolehkan dalam liberalisasi perdagangan.
Berbagai pihak yang seharusnya terkait dengan PHT disebut pemangku kepentingan PHT. Pemangku kepentingan terdiri atas pihak-pihak yang bukan hanya mendukung, melainkan juga pihak-pihak yang menolak PHT. Pemangku kepentingan PHT dengan demikian mencakup petani sendiri sebagai produsen, pedagang perantara, pedagang ekspor, konsumen dalam negeri, konsumen mancanegara, perusahaan pestisida, pemerintah daerah, pemerintah pusat, pemerintah negara asing, lembaga swadaya masyarakat, dan seterusnya. Setiap pemangku masing-masing mempunyai kepentingan yang berbeda-beda terhadap PHT. Kepentingan pemerintah pusat sebenarnya lebih pada pengurangan subsidi pestisida daripada pada PHT sebagai sistem perlindunngan tanaman yang bersahabat dengan lingkungan hidup dan aman bagi konsumen. Kepentingan pemerintah negara asing tentunya adalah untuk mengurangi risiko masuknya OPT berbahaya dan melindungi kepentingan penduduknya dari bahaya pestisida. Kepentingan produsen tentu saja adalah tetap dapat memasarkan produk pestisida dengan memproduksi pestisida-pestisida berspektrum sempit yang residunya dapat terurai dalam waktu singkat. Bagi perusahaan pestisida, sekalipun pestisida adalah alternatif terakhir, pestisida adalah alternatif terakhir yang pada akhirnya tidak ada alternatif lain lagi.
Bahkan di Indonesia sendiri, pada era desentralisasi dan otonomi daerah sekarang ini, kepentingan pemerintah terhadap PHT dapat berbeda antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal ini dapat terjadi karena otonomi sendiri memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah otonom, yaitu pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, untuk membuat kebijakan pemerintahan masing-masing, termasuk kebijakan sektor pertanian yang bersentuhan langsung dengan PHT dan kebijakan sektor-sektor lainnya yang tidak bersentuhan langsung dengan PHT tetapi dapat mempengaruhi pelaksanaan PHT. Keberpihakan kepada PHT pada setiap hierarki otonomi tersebut ditentukan oleh tatakelola pemerintahan (governance). Tatakelola pemerintahan merupakan apa yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kepentingan masyarakat, sedangkan pemerintah sendiri merupakan instrumen kekuasaan untuk mewujudkan tatakelola pemerintahan:
Menurut OPM & CIPFA (2004), tatakelola pemerintahan yang baik berarti:
Penelitian Mudita (2009) menunjukkan bahwa tatakelola pemerintahan yang buruk tidak mampu menerapkan PHT sebagaimana seharusnya. Dalam tatakelola pemerintahan yang buruk, kebijakan pemerintah justeru menjadi lebih merusak tanaman dibandingkan dengan OPT sendiri.
Untuk lebih mudah memasukkan kepentingan perlindungan tanaman dalam tatakelola pemerintahan sebagaimana diuraikan di atas, fokus seharusnya diberikan pada perlindungan. Hal ini karena perlindungan tanaman melibatkan pemangku kepentingan lintas sektoral dan pelaksanaannya dipengaruhi oleh berbagai faktor di luar sektor pertanian sendiri. Menurut FAO (2007), kepentingan sektoral perlindungan tanaman mencakup kepentingan:
Selain itu, masih menurut FAO (2007), pelaksanaan perlindungan tanaman dipengarui oleh berbagai faktor, di antaranya adalah:
Latihan
Bayangkan Anda adalah seorang pendamping lapang SL-PHT. Setelah beberapa lama berdiskusi dengan kelompok tani, seorang petani berbicara:
Bapak, kami mengerti apa yang kita diskusikan dari tadi. Kita tidak boleh menggunakan pestisida karena pestisida adalah racun bagi musuh alami dan bagi diri kita sendiri. Tetapi Bapak, ketika saya menjual hasil sayuran di pasar, para ibu enggan membeli sayuran saya karena katanya banyak lubang bekas ulat. Para ibu di kota lebih suka sayur yang tidak ada lubang bekas ulat, Bapak. Karena itu, saya terpaksa kembali menggunakan pestisida.
Bagaimana kira-kira Anda menanggapi petani ini? Renungkan baik-baik dan pertimbangkan berbagai aspek sebelum memberikan tanggapan.
Rangkuman
PHT mempunyai sejumlah kelemahan, tetapi kelemahan yang sangat mendasar adalah sifatnya yang sangat sektoral dan sifatnya yang reaktif terhadap permasalahan OPT. Kedua karakteristik tersebut menyebabkan PHT kurang dapat menjadi arus utama dalam reformasi politik yang terjadi pasca-PHT di Indonesia. Untuk mengatasi kekurangan tersebut perlu ditinjau kembali strategi perlindungan tanaman yang menggunakan PHT sebagai satu-satunya sistem sebagaimana diatur dalam UU No. 12 Tahun 1992. Stragei yang dikembangkan seharusnya mampu merangkul kepentingan berbagai sektor dan dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan secara antisipatif, bukan hanya secara reaktif.
Perkuliahan Daring
Perkuliahan semester Genap Tahun 2018/2019 pada Jumat, 5 April 2019 dengan materi 4.1. Pengendalian Hama Terpadu sebagai Perlindungan Tanaman yang Bersifat Sektoral yang disepakati untuk dialihkan menjadi pada Rabu, 10 April 2019 tidak dapat dilaksanakan secara tatap muka karena dosen bertugas ke luar kota. Sebagai bagian dari pengembangan sistem perkuliahan blended learning, kuliah akan dilaksanakan secara daring. Silahkan baca materi kuliah sampai benar-benar mengerti dan kemudian klik Formulir Mengikuti Perkuliahan Daring, jawab setiap pertanyaan, dan klik tombol kirim untuk memasukkan formulir. Untuk memastikan bahwa formulir yang dikirimkan telah benar-benar masuk, silahkan lakukan pemeriksaan hasil pengiriman formulir. Mahasiswa yang mengikuti perkuliahan daring wajib menandatangani daftar hadir dan mengirimkan file foto daftar hadir yang sudah ditandatangani oleh semua mahasiswa yang hadir.
Uraian
UU No 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman telah memperkokoh status PHT secara hukum sebagai sistem perlindungan tanaman di Indonesia. UU tersebut, sebagaimana telah dibahas pada Modul 2, terdiri atas 12 bab dan perlindungan tanaman merupakan bagian keenam dari Bab III Penyelenggaraan Budidaya Tanaman yang mencakup bagian-bagian: (1) Pembukaan dan Pengolahan Lahan, dan Penggunaan Media Tumbuh Tanaman, (2) Perbenihan, (3) Pengeluaran dan Pemasukan Tumbuhan dan Benih Tanaman, (4) Penanaman, (5) Pemanfaatan Air, (6) Perlindungan Tanaman, (7) Pemeliharaan Tanaman, (8) Panen, dan (9) Pascapanen. Meskipun pada PP No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman telah disebutkan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan mulai pada saat pra-tanam, tanam, dan pascapanen, penyebutan PHT sebagai sistem perlindungan tanaman pada Pasal 20 UU No. 12 Tahun 1992 menyiratkan bahwa PHT bukan menjadi bagian dari bagian-bagian lain dari penyelenggaraan budidaya tanaman. Bahkan dalam perlindungan tanaman sendiri, yang terdiri atas kegiatan/tindakan pencegahan (karantina), pengendalian, dan eradikasi, adanya kata ‘pengendalian’ dalam PHT mengesankan PHT hanya menjadi kepentingan kegiatan/tindakan pengendalian, bukan kegiatan/tindakan pencegahan (karantina) dan eradikasi.
Alinea di atas menunjukkan kedudukan PHT yang sangat sub-sektoral, yaitu hanya merupakan kepentingan sub-sektor perlindungan tanaman dari sektor pertanian dalam arti luas (pertanian tanaman, kehutanan, peternakan, perikanan) yang di banyak negara disebut sebagai sektor primer. Bahkan dalam sub-sektor perlindungan tanaman tersebut, PHT ditargetkan terutama bagi petani, sedangkan konsumen kurang mendapat perhatian. Padahal, selain petani sebagai produsen, konsumen merupakan pemangku kepentingan yang sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan PHT. Tanpa dukungan konsumen yang sadar akan bahaya pestisida maka petani akan terus didorong untuk menghasilkan produk pertanian yang bebas OPT daripada bebas pestisida. Dorongan menghasilkan produk bebas OPT, selain karena kepentingan konsumen, juga karena berbagai ketentuan perdagangan internasional yang mengharuskan produk yang diperdagangkan bebas OPT. Ketentuan ini dikenal sebagai hambatan non-tarif (non-tariff barrier to trade) yang sebenarnya tidak diperbolehkan dalam liberalisasi perdagangan.
Berbagai pihak yang seharusnya terkait dengan PHT disebut pemangku kepentingan PHT. Pemangku kepentingan terdiri atas pihak-pihak yang bukan hanya mendukung, melainkan juga pihak-pihak yang menolak PHT. Pemangku kepentingan PHT dengan demikian mencakup petani sendiri sebagai produsen, pedagang perantara, pedagang ekspor, konsumen dalam negeri, konsumen mancanegara, perusahaan pestisida, pemerintah daerah, pemerintah pusat, pemerintah negara asing, lembaga swadaya masyarakat, dan seterusnya. Setiap pemangku masing-masing mempunyai kepentingan yang berbeda-beda terhadap PHT. Kepentingan pemerintah pusat sebenarnya lebih pada pengurangan subsidi pestisida daripada pada PHT sebagai sistem perlindunngan tanaman yang bersahabat dengan lingkungan hidup dan aman bagi konsumen. Kepentingan pemerintah negara asing tentunya adalah untuk mengurangi risiko masuknya OPT berbahaya dan melindungi kepentingan penduduknya dari bahaya pestisida. Kepentingan produsen tentu saja adalah tetap dapat memasarkan produk pestisida dengan memproduksi pestisida-pestisida berspektrum sempit yang residunya dapat terurai dalam waktu singkat. Bagi perusahaan pestisida, sekalipun pestisida adalah alternatif terakhir, pestisida adalah alternatif terakhir yang pada akhirnya tidak ada alternatif lain lagi.
Bahkan di Indonesia sendiri, pada era desentralisasi dan otonomi daerah sekarang ini, kepentingan pemerintah terhadap PHT dapat berbeda antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal ini dapat terjadi karena otonomi sendiri memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah otonom, yaitu pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, untuk membuat kebijakan pemerintahan masing-masing, termasuk kebijakan sektor pertanian yang bersentuhan langsung dengan PHT dan kebijakan sektor-sektor lainnya yang tidak bersentuhan langsung dengan PHT tetapi dapat mempengaruhi pelaksanaan PHT. Keberpihakan kepada PHT pada setiap hierarki otonomi tersebut ditentukan oleh tatakelola pemerintahan (governance). Tatakelola pemerintahan merupakan apa yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kepentingan masyarakat, sedangkan pemerintah sendiri merupakan instrumen kekuasaan untuk mewujudkan tatakelola pemerintahan:
In terms of distinguishing the term governance from government (both of them nouns) - "governance" is what a "government" does. It might be a geo-political government (nation-state), a corporate government (business entity), a socio-political government (tribe, family, etc.). or any number of different kinds of government. But governance is the kinetic exercise of management power and policy, while government is the instrument (usually collective) that does it. The term government is also used more abstractly as a synonym for governance, as in the Canadian motto, "Peace, Order and Good Gorervernment".Pada banyak kasus desentralisasi dan otonomi daerah, di berbagai pemerintahan daerah ternyata masih banyak pemerintah yang masih memposisikan diri sekedar sebagai penguasa yang tidak merasa berkepentingan untuk memanfaatkan kekuasaan yang dimiliki untuk melayani kepentingan rakyat. Dalam keadaan demikian maka PHT yang berpihak pada kepentingan masyarakat menjadi terabaikan dari arus utama kebijakan pemerintahan.
Menurut OPM & CIPFA (2004), tatakelola pemerintahan yang baik berarti:
- Berfokus pada tujuan organisasi dan pada hasil bagi masyarakat dan pengguna layanan
- Berkinerja efektif dalam tugas pokok dan fungsi yang didefinisikan secara jelas
- Mempromosikan nilai-nilai organisasi secara menyeluruh dan menunjukkan pelaksanaan nilai-nilai tersebut melalui berbagai kegiatan organisasi
- Mengambil keputusan secara terbuka dan dengan menggunakan dasar yang jelas serta disertai dengan pengelolaan risiko terjadinya kegagalan
- Mengembangkan kapasitas dan kemampuan organisasi untuk dapat bekerja secara efektif
- Bekerja bersama-sama dengan para pemangku kepentingan untuk mewujudkan akuntabilitas menjadi benar-benar nyata
Penelitian Mudita (2009) menunjukkan bahwa tatakelola pemerintahan yang buruk tidak mampu menerapkan PHT sebagaimana seharusnya. Dalam tatakelola pemerintahan yang buruk, kebijakan pemerintah justeru menjadi lebih merusak tanaman dibandingkan dengan OPT sendiri.
Untuk lebih mudah memasukkan kepentingan perlindungan tanaman dalam tatakelola pemerintahan sebagaimana diuraikan di atas, fokus seharusnya diberikan pada perlindungan. Hal ini karena perlindungan tanaman melibatkan pemangku kepentingan lintas sektoral dan pelaksanaannya dipengaruhi oleh berbagai faktor di luar sektor pertanian sendiri. Menurut FAO (2007), kepentingan sektoral perlindungan tanaman mencakup kepentingan:
- Kegiatan pemerintahan di luar pertanian (misalnya perdagangan, bea cukai, pariwisata, konservasi)
- Instansi berwenang sektor pertanian, kehutanan, perikanan, keamanan pangan, dan kesehatan
- Opini dan keterwakilan publik
- Industri (termasuk pengimpor dan pengekspor)
- Produsen primer komoditas pangan dan pertanian (misalnya petani, nelayan)
- LSM, kelompok minat khusus, dan media
- Lembaga penelitian dan universitas
Selain itu, masih menurut FAO (2007), pelaksanaan perlindungan tanaman dipengarui oleh berbagai faktor, di antaranya adalah:
- Globalisasi
- Teknologi baru dalam produksi pertanian dan pengolahan pangan
- Meningkatnya perdagangan pangan dan hasil pertanian
- Kewajiban hukum bagi negara penandatangan berbagai kesepakatan internasional
- Meningkatnya perjalanan dan perpindahan manusia secara lintas batas
- Kemajuan komunikasi dan akses informasi
- Meningkatnya keperdulian terhadap keanekaragaman hayati, lingkungan hidup, dan dampak pertanian terhadap keduanya
- Perubahan dari independensi negara menjadi kesalingbergantungan antar-negara dalam melaksanakan perlindungan tanaman secara efektif
- Sumberdaya operasional dan teknis yang terbatas
- Ketergantungan yang sangat tinggi beberapa negara terhadap pangan impor
Latihan
Bayangkan Anda adalah seorang pendamping lapang SL-PHT. Setelah beberapa lama berdiskusi dengan kelompok tani, seorang petani berbicara:
Bapak, kami mengerti apa yang kita diskusikan dari tadi. Kita tidak boleh menggunakan pestisida karena pestisida adalah racun bagi musuh alami dan bagi diri kita sendiri. Tetapi Bapak, ketika saya menjual hasil sayuran di pasar, para ibu enggan membeli sayuran saya karena katanya banyak lubang bekas ulat. Para ibu di kota lebih suka sayur yang tidak ada lubang bekas ulat, Bapak. Karena itu, saya terpaksa kembali menggunakan pestisida.
Bagaimana kira-kira Anda menanggapi petani ini? Renungkan baik-baik dan pertimbangkan berbagai aspek sebelum memberikan tanggapan.
Rangkuman
PHT mempunyai sejumlah kelemahan, tetapi kelemahan yang sangat mendasar adalah sifatnya yang sangat sektoral dan sifatnya yang reaktif terhadap permasalahan OPT. Kedua karakteristik tersebut menyebabkan PHT kurang dapat menjadi arus utama dalam reformasi politik yang terjadi pasca-PHT di Indonesia. Untuk mengatasi kekurangan tersebut perlu ditinjau kembali strategi perlindungan tanaman yang menggunakan PHT sebagai satu-satunya sistem sebagaimana diatur dalam UU No. 12 Tahun 1992. Stragei yang dikembangkan seharusnya mampu merangkul kepentingan berbagai sektor dan dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan secara antisipatif, bukan hanya secara reaktif.
Perkuliahan Daring
Perkuliahan semester Genap Tahun 2018/2019 pada Jumat, 5 April 2019 dengan materi 4.1. Pengendalian Hama Terpadu sebagai Perlindungan Tanaman yang Bersifat Sektoral yang disepakati untuk dialihkan menjadi pada Rabu, 10 April 2019 tidak dapat dilaksanakan secara tatap muka karena dosen bertugas ke luar kota. Sebagai bagian dari pengembangan sistem perkuliahan blended learning, kuliah akan dilaksanakan secara daring. Silahkan baca materi kuliah sampai benar-benar mengerti dan kemudian klik Formulir Mengikuti Perkuliahan Daring, jawab setiap pertanyaan, dan klik tombol kirim untuk memasukkan formulir. Untuk memastikan bahwa formulir yang dikirimkan telah benar-benar masuk, silahkan lakukan pemeriksaan hasil pengiriman formulir. Mahasiswa yang mengikuti perkuliahan daring wajib menandatangani daftar hadir dan mengirimkan file foto daftar hadir yang sudah ditandatangani oleh semua mahasiswa yang hadir.
Mengapa penyebutan PHT sebagai sistem perlindungan tanaman pada pasal 20 uu no. 12 tahun 1992 menyatakan bahwa PHT bukan menjadi bagian dari bagian-bagian lain dari penyelenggaraan budidaya tanaman?
BalasHapusMaaf saya kurang mengerti maksud pertanyaannya. Tolong ditanyakan ulang.
HapusMohon maaf pak kalau pertanyaan saya agak membingungkan tetapi maksud saya di sini bahwa, mengapa penyebutan PHT dalam uu no. 12 tersebut yang menyatakan bahwa PHT itu bukan menjadi bagian dari bagian-bagian lain dari penyelenggaraan budidaya tanaman?
HapusMengapa sistem perlindungan tanaman pada pasal 20 uu no12 tahun 1992 menyiratkan bawah pht bukan menjadi bagian- bagian lain dari penyelengara budidaya tanaman
BalasHapusPertanyaan sama dengan pertanyaan Aplonia Prima Kou
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusPemerintah sebaiknya lebih transparansi dalam artian yaitu nyata, jelas, terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan keberadaannya sebagai pemerintah.
BalasHapusDalam hal ini, sikap atau tindakan yang harus dilakukan pemerintah tidak hanya mengutamakan kekuasaan tetapi lebih memperhatikan pihak rakyat yang berkepentingan pada hal-hal yang berkaitan dengan PHT agar tetap menjadi arus utama atau masalah utama yang dipertanggungjawabkan oleh kedua bela pihak, sehingga PHT yang berpihak kepada kepentingan masyarakat tidak terabaikan dari kebijakan pemerintah.
PHT mempunyai sejumlah kelemahan tetapi kelemahan yang sangat mendasar adalah sifatnya yang sangat reaktif terhadap permasalahan OPT.
BalasHapusUntuk itu strategi yang digunakan harus mampu merangkul kepentingan berbagai sektor yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan secara menyeluruh.
Pemerintah telah menetapkan PHT sebagai kebijakan dasar bagi setiap program perlindungan tanaman. Dasar hukum penerapan dan pengembangan PHT di Indonesia ialah intrusksi Presiden nomor 3 Tahun 1986 dan Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Dengan berdasarkan pada program pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, diharapkan program PHT dapat dikembangkan dan diterapkan oleh petani.
BalasHapussetelah saya membaca materi tersebut, saya ingin bertanya kepada bapak.
BalasHapuskebanyakan petani melindungi tanamannya dari ganguan hama/organisme penggangu dengan menggunakan pestisida. padahal jika tanaman terlalu banyak di berikan pestisida akan berdampak tidak baik bagi lingkungan disekitar tanaman tersebut dan juga bagi kesehatan. Pertanyaannya adalah, apakah ada cara yang lebih alami untuk mengendalikan hama tersebut tanpa harus menggunakan pestisida?
Dan cara alami apa yang harus digunakan untuk pengendalian hama tersebut ?
Terimakasih
UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan PP No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman menyebutkan 7 cara pengendalian OPT. Silahkan unduh dan baca UU dan PP tersebut berkaitan dengan cara pengendalian OPT dan tentukan sendiri cara mana yang alami.
Hapussetelah saya membaca materi tersebut, saya ingin bertanya kepada bapak.
BalasHapuskebanyakan petani melindungi tanamannya dari ganguan hama/organisme penggangu dengan menggunakan pestisida. padahal jika tanaman terlalu banyak di berikan pestisida akan berdampak tidak baik bagi lingkungan disekitar tanaman tersebut dan juga bagi kesehatan. Pertanyaannya adalah, apakah ada cara yang lebih alami untuk mengendalikan hama tersebut tanpa harus menggunakan pestisida?
Dan cara alami apa yang harus digunakan untuk pengendalian hama tersebut ?
Terimakasih
Pertanyaan yang sama dengan pertanyaan Unknown, silahkan periksa jawaban saya terhadap Unknown.
HapusJaman sekarang petani menggunakan pestisida yang berlebihan agar produk pertanian mereka bebas dari OPT, tetapi mereka tidak memperhatikan bahaya dari penggunaan pestisida tersebut bagi konsumen. Apakah ada bahan alami yang dapat digunakan para petani untuk mengendalikan OPT, agar produk pertanian mereka tidak hanya terbebas dari OPT tetapi juga terbebas dari pestisida?
BalasHapusPertanyaan yang mirip dengan pertanyaan Unknown, silahkan periksa jawaban saya terhadap pertanyaan Unknown.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusPasal 21 UU yang sama menyatakan bahwa perlindungan tanaman dilakukan melalui kegiatan berupa pancegahan masuk keluar, pengendalian,dan eradikasi pengganggu tumbuhan.diantara ketiga kegiatan tersebut yang menjadi fokus pelaksanaan PHT adalah kegiatan pengendalian.yang menjadi pertanyaan saya adalah mengapa dari ketiga hal tersebut hanya dipilih salah satu yaitu pengendalian? kira-kira apa yang membedakan ketiga hal tersebut?
BalasHapusIstilah pengendalian dalam PHT sebenarnya bermakna pengelolaan. Dalam pelaksanaannya, terutama sejak fase PHT-SL, P dalam PHT bermakna pengelolaan. Dalam pengelolaan, ketiga tindakan/kegiatan perlindungan tanaman termasuk di dalamnya. Dua kegiatan, yaitu pencegahan masuk/keluar dan eradikasi merupakan kewajiban pemerintah, sedangkan pengendalian merupakan kewajiban petani sehingga pengendalian lebih diprioritaskan dalam PHT pengendalian.
HapusSebaiknya pemerintah lebih lagi dalam memberikan pengetahuan tentang cara bertani yang baik dan benar agar para petani sadar dan memahami pentingnya menjaga lingkungan pertanian dan kualitas hasil pertanian yang sehat .
BalasHapusKebayakan petani banyak menggunakan pestisida yang berlebihan agar poduk mereka bebas dari OPT.
BalasHapusApakah ada bahan alami lain yang bsa di lakukan petani untuk melakukan pengendalian OPT.agar produk petani bsa terbebas dri pestisida dan OPT.
Trimakasih.
Yg ingin sy tanyakan bagaimana cara meningkatkan kesadaran masyarakat selaku konsumen akan bahaya pestisida?karena Tanpa dukungan konsumen yang sadar akan bahaya pestisida maka petani akan terus didorong untuk menghasilkan produk pertanian yang bebas OPT daripada bebas pestisida.
BalasHapusPHT merupakan sistem perlindungan tanaman yang sangat penting tetapi masih sering diabaikan oleh pihak masyarat maupun oleh pihak pemerintahan.Kepentingan pemerintah sebenarnya lebih pada pengurangan subsidi pestisida daripada pada PHT sebagai sistem perlindunngan tanaman yang bersahabat dengan lingkungan hidup dan aman bagi konsumen,oleh karna itu perlu sekali memperhatikan PHT sebagai suatu sistem yang sangat penting dan diharapkan kepada pemerintah dan masyarakat agar mampu menerapkan PHT sebagaimana seharusnya.
BalasHapusDari materi yang sudah saya baca bahwa PHT sebagai perlindungan tanaman ada yang bersifat sektoral bahkan sub-sektoral.
BalasHapusYang saya ingin tanyakan kepada bapak adalah yang menyebabkan PHT bersifat sektoral bahkan sub-sektoral itu apa?
Apakah pengendalian dalam PHT, hama dalam PHT, atau istilah OPT dalam perlindungan tanaman.
PHT bersifat sektoral karena hanya mengatur hama (dalam arti luas) pada sektor pertanian. PHT bersifat sub-sektoral karena hanya mengatur petani, tidak mengatur konsumen yang selalu menginginkan produk bebas OPT.
Hapusterima kasih pak.
BalasHapussaya ingin bertanya apakah ada larangan atau batasan dari pemerintah tentang penggunaan pestisida?
Yang ingin saya tanyakan bagaimana cara agar dapat meningkatkan kesadaran terhadap masyarakat maupun pemerintah tentang betapa pentingnya sistem PHT dan penerapannya seharusnya dilakukan dengan baik dan benar?
BalasHapusSelamaat malam Pak
BalasHapusSaya masih bingung dengan materi yang pak paparkan ini, sehingga membuat saya ingin bertanya kepada pak, pertanyaan saya, Dalam penelitian Mudita (2009) apakah dalam penilitian tersebut mempunyai cara atau solusi untuk menerapkan PHT dengan baik, dan apa yang dilakukan agar tatakelola pemerintah tersebut bisa lebih baik dari tatakelola pemerintah sebelumnya.
Terimakasih pak.
PHT tidak bisa hanya diselesaikan oleh masyarakat saja, tetapi untuk mengatasi PHT perlu adanya campur tangan pemerintah sebab jika ada campur tangan dari pemerintah masalah tentang PHT akan ada jalan keluarnya dan diharapkan PHT dilakukan secara terbuka serta disosialisasikan kepada masyarakat secara umum agar menambah pengetahuan masyarakat tentang PHT itu sendiri
BalasHapusPeran pemangku kepentingan terutama produsen sangat penting dan harus diperhatikan dan dijalani dengan baik dalam PHT agar tetap dapat memasarkan produk pestisida dengan memproduksi pestisida-pestisida berspektrum sempit yang residunya dapat terurai dalam waktu singkat seingga tidak berpengaruh buruk terhaap lingkungan dan bagi yang mengkonsumsinya.
BalasHapusSaya ingin bertanya kepada bapak .mengapa kepentingan pemerintah pusat lebih pada pengurangan subsidi pestisida ,dari pada PHT sebagai sistem perlindungan tanaman yang bersahabat dengan lingkungan hidup.
BalasHapusTrimakasih
Pengurangan subsidi pestisida sebenarnya saling berkaitan dengan PHT sebab tujuan PHT adalah mengurangi penggunaan pestisida. Dengan dikuranginya subsidi pestisida maka harga pestisida menjadi mahal sehingga petani tidak menggunakannya secara sembarangan.
HapusBiasanya petani sering menggunakan pestisida yang berlebihan untuk melindungi tanamannya dari berbagai jenis hama ataua organisme pengganggu lainnya.sebak jika tanaman diberikanpestisida berlebihan maka akan terjadi dampak buruk bagi lingkungan tanaman disekitarnya .
BalasHapusPertanyaan saya adalah,adakah cara lain untuk mengatasi atau mengendalikan hama atau organisme pengganggu,agar produk pertanian mereka tetap sehat tanpa menggunakan pestisida ?
Trimakasih.
Silahkan simak jawaban saya terhadap Unknown
HapusDari materi yang ada, menurut saya dengan mengurangi subsidi pestisida bagi petani, akan berpengaruh terhadap kualitas, kuantitas, juga harga dari hasil pertanian tersebut. Sekarang sudah ada kemajuan teknologi yang mungkin dapat membantu petani dalam mengendalikan OPT yang ada. Tetapi, semuanya itu kembali kepada pemerintah sebagai penguasa yang dapat memfasilitasi petani untuk menggunakan teknologi yang ada. Pemerintah masih memandang bahwa PHT ini hanya sebagai tindakan pengendalian tanpa ada pencegahan terhadap OPT baru, ataupun eradikasi. Sehingga penggunaan pestisida ini berlangsung dan residunya pun terus menumpuk. Dan pestisida terus menjadi alternatif atau cara akhir dalam mengendalikan OPT.
BalasHapusMenurut saya, zaman sekarang kita harus menggunakan konsep PHT yang ramah lingkungan. Kenapa? Karena kalau kita berpikir untuk jangka panjang, kita harus menggunakan yang ramah lingkungan yang tidak mengandung bahan kimia, karena bahan kimia dapat membunuh kehidupan organisme-organisme dalam tanah. Sebaiknya menggunakan bahan organik untuk mengembalikan struktur tanah, untuk menghidupkan organisme-organisme yang ada didalam tanah. Kalau untuk jangka pendek boleh menggunakan pestisida tapi resikonya tinggi. Dampak penggunaan pestisida sekarang sudah mulai nyata, karena penggunaan pestisida yang tidak teratur, tidak sesuai dengan dosis yang diberikan. Memang untuk merubah perilaku masyarakat itu agak susah dengan konsep PHT dan bagaimana pemerintah meningkatkan kebijakan produksi dengan menggunakan bahan kimia.
BalasHapusPertanyaan sya pak
BalasHapusJika pada suatu program pht yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat
Mengalami kerusakan atau tidak berhasil apa yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi hal tersebut
Jika PHT gagal dan terjadi eksplosi atau ledakan PHT maka sesuai dengan peraturan perundang-undangan (baca UU No. 12 Tahun 1992 dan PP No. 6 Tahun 1995), pemerintah wajib memberikan bantuan melakukan pengendalian OPT
HapusDengan adanya pht sangat membantu para petani untuk mengendalikan opt,tetapi kesadaran petani dalam melakukan pht sangat salah, kebanyakan petani melakukan pht dengan cara menggunakan pestisida tidak sesuai dosis dan petunjuk yang yg di berikan.
BalasHapusDampak penggunaan pestisida tidak sesuai dengan petunjuk dapat berakibat fatal bagi manusia dan tumbuhan sekitar.
Padahal telah di terapkan uu no 12 tahun 1992 pasal 38 tetapi kesadaran petani masih saja kurang dalam melakukan pht dengan cara yang sesuai atau ramah lingkungan.
Dari materi yang sudah saya baca bahwa PHT sebagai perlindingan tanaman ada yang bersifat sektoral bahkan sub-sektoral.
BalasHapusYang saya ingin tanyakan kepada bapak adalah yang menyebabkan PHT bersifat sektoral bahkan sub-sektoral itu apa?
Apakah pengendalian dalam PHT, hama dalam PHT, atau istilah OPT dalam perlindungan tanaman.
Untuk pertanyaan mengenai PHT bersifat sektoral, baca jawaban saya terhadap Unknown. Untuk pertanyaan mengenai pengendalian dalam PHT, hama dalam PHT adalah hama dalam arti luas yang bermakna sama dengan OPT
HapusPertanyaan saya pak!!
BalasHapusBagaimana pengaruh kemajuan komunikasi dan akses informasi dalam pelaksanaan perlindungan tanaman?
Sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), informasi mengenai perlindungan tanaman kepada petani dapat dilakukan dengan memanfaatkan TIK, misalnya melalui SMS, pesan WA, dan media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dsb. Tapi bagaimana pemerintah yang terdiri atas generasi jaman old bisa melakukan, mahasiswa yang merupakan generasi jaman now saja masih menggunakan media sosial hanya untuk curhat dan ngerumpi.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusDalam PHT menjelaskan tentang PHT hanya menjadi kepentingan kegiatan atau tindakan pengendalian. Mengapa PHT bukan sebagai tindakan pencegahan
BalasHapusDalam tatakelola pemerintahan yang buruk, kebijakan pemerintah justeru menjadi lebih merusak tanaman dibandingkan dengan OPT sendiri jadi bagaimana cara kita sebagia seorang mahasiswa pertanian dapat mengatasi hal tersebut sehingga tanaman tidak di rusak bukan hanya oleh OPT saja tapi oleh kebijaksanaan pemerintah
BalasHapusBanyak yang bisa dilakukan oleh mahasiswa untuk membantu petani sehingga petani memperoleh akses informasi alternatif. Misalnya mahasiswa dapat membentuk kelompok untuk mengelola media sosial, misalkan kelompok Facebook atau Instagram, dengan petani generasi muda di sekitar perkotaan yang tersedia akses Internet. Bersedia memelopori? Saya akan berikan bimbingan teknis kalau mau.
HapusApa kaitannya dengan kegiatan pemerintahan di luar pertanian (misalnya perdagangan, bea cukai, pariwisata, konservasi) dengan Kebijakan perlindungan tanaman?
BalasHapusKaitannya antara lain adalah karantina (silahkan unduh dan baca UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan).
HapusPHT tetap dipertahankan sebagai tulang punggung kegiatan tindakan pengendalian yang kemudian semakin lebih diintegrasikan dengan kegiatan/tindakan pencegahan dan eradikasi contoh dari tindakan pencegahan dan Eredikasi seperti apa pak?
BalasHapusDari pernyataan dibawah ini apakah tidak ada hukum yang mengatur tentang hal itu sehingga tdk lagi terjadi di petani khususnya?
BalasHapusbahaya pestisida maka petani akan terus didorong untuk menghasilkan produk pertanian yang bebas OPT daripada bebas pestisida.