Sebagaimana telah diuraikan pada tulisan sebelumnya, salah satu tantangan yang dihadapi PHT adalah sifatnya yang sangat sektoral sehingga keberhasilannya sangat bergantung pada dukungan politik pemerintah terhadap pengembangan sektor yang bersangkutan. Akibatnya, ketika kepentingan pemerintah terhadap suatu sektor berkurang maka dukungan politik terhadap pengembangan sektor tersebut juga berkurang. Sementara itu, di berbagai negara luar, berbagai upaya telah dilakukan untuk mengintegrasikan kebijakan perlindungan tanaman dengan kebijakan perlindungan dalam sektor lain menjadi kebijakan perlindungan kehidupan. Tulisan ini menguraikan mengenai ketahanan hayati (biosecurity) sebagai kebijakan yang memadukan berbagai sektor ke dalam satu kebijakan perlindungan kehidupan.
Uraian
Aspek PHT yang membedakannya dari sistem perlindungan tanaman lainnya adalah digunakannya istilah ‘terpadu’. Istilah ‘terpadu’ tersebut mengesankan kekomprehensifan, koordinasi, kebersamaan, dan sebagainya. Namun demikian, istilah ‘terpadu’ dalam PHT tidak mencakup semua pengertian tersebut. Akhirnya PHT menjadi terlalu berfokus pada petani dalam mengatasi permasalahan OPT dalam suatu agro-ekosistem. Padahal, seiring dengan meningkatnya gloalisasi dan pasar bebas, perlindungan tanaman seharusnya tidak hanya terpaku pada kegiatan ‘on-farm’, melainkan seharusnya mampu menembus batas-batas sektor. Hal ini, bersama dengan berbagai faktor yang dalam era globalisasi ini mempengaruhi perlindungan tanaman, mendorong lahirnya strategi yang dilandasi oleh cara memandang, cara memahami, dan cara bertindak lebih sesuai dengan perkembangan. Ditinjau dari cara memandang, cara memahami, dan cara bertindak tersebut maka perlindungan tanaman perlu dirumuskan dengan paradigma baru.
Paradigma baru perlindungan tanaman tersebut kini dikenal sebagai ketahanan hayati (biosecurity). Pada dasarnya, perlindungan tanaman perlu dipahami pada tataran konsep, strktur, dan prosedur. Pada tataran konsep, menurut Koblentz (2010), konsep ketahanan hayati berkembang melalui tahap sebagai berikut:
Secara prosedural, ketahanan hayati berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan, perlindungan kehidupan dan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan serta perlindungan lingkungan melalui langkah-langkah analisis risiko hama (pest risk analysis, PRA, di Indonesia disebut Analisis Risiko Organisme Pengganggu Tumbuhan, disingkat AROPT) yang mencakup:
Penilaian risiko semula dilakukan dengan langkah-langkah yang berbeda antar kelembagaan/konvensi yang berkaitan dengan kehidupan dan kesehatan mahluk hidup. Melalui ketahanan hayati langkah-langkah penilaian risiko tersebut distandardisasi sebagaimana disajikan pada Tabel 1.
Demikian juga dengan pengelolaan risiko, yang semula dilakukan dengan langkah-langkah yang berbeda antar kelembagaan/konvensi yang berkaitan dengan kehidupan dan kesehatan mahluk hidup, melalui ketahanan hayati distandardisasi sebagaimana disajikan pada Tabel 2.
Komunikasi risiko sebelumnya tidak merupakan ketentuan sehingga merupakan sesuatu yang baru yang ditetapkan dalam ketahanan hayati. Langkah-langkah komunikasi dalam situasi darurat perlu disesuaikan dari langkah-langkah pada situasi normal. Langkah-langkah komunikasi risiko yang ditempuh pada situasi normal terdiri atas pembentukan tim komunikasi risiko, penentuan kebutuhan konunikasi risiko, identifikasi pemangku kepentingan yang relevan, penentuan pesan kunci, pendekatan dengan pemangku kepentingan yang relevan, penyiapan dan penggunaan sumber informasi yang dapat dipercaya, serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaan dan hasil komunikasi risiko. Pada keadaan darurat, langkah-langkah komunikasi risiko perlu disesuaikan pada saat keadaan darurat baru mulai, keadaan darurat diperpanjang, dan keadaan darurat diturunkan.
Penilaian, pengelolaan, dan komunikasi risiko dalam ketahanan hayati dilakukan melintasi batas-batas agroekosistem, bahkan batas-batas kabupaten, provinsi, dan negara. Dalam hal ini, ketahanan hayati menggunakan pendekatan pra-batas, batas, dan pasca-batas. Pada pendekatan pra-batas, penilaian, pengelolaan, dan komunikasi risiko dilakukan melalui kerjasama dengan pihak luar yang terkait. Pada pendekatan batas, penilaian, pengelolaan, dan komunikasi risiko dilakukan melalui karantina. Pada pendekatan pasca-batas, penilaian, pengelolaan, dan komunikasi risiko dilakukan di dalam wilayah negara, provinsi, kabupaten/kota, dan bahkan agro-ekosistem. Dalam konteks pasca-batas ini, PHT tetap merupakan sistem yang relevan.
Sebagaimana telah diuraikan, penggunaan risiko sebagai pemersatu sektor dalam ketahanan hayati dilakukan dengan mengedepankan kerangka kebijakan dan perundang-undangan, bukan hanya kerangka teknis. Kerangka kebijakan antara lain tampak dari adanya standardisasi langkah-langkah, sedangkan kerangka perundang-undangan tampak dari kelembagaan/konvensi yang digunakan sebagai payung. Dengan melalui kerangka kebijakan dan kerangka perundang-undangan tersebut, ketahanan hayati memperluas cakupan perlindungan menjadi perlindungan terhadap kehidupan dan kesehatan mahluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan kerangka demikian, ditinjau dari aspek perlindungan tanaman, ketahanan hayati merupakan paradigma baru dalam perkembangan paradigma perlindungan tanaman sebagai berikut:
Latihan
Pada Modul 2 telah dipelajari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan tanaman. Cobalah ingat kembali berbagai peraturan perundang-undangan tersebut dan kaitkan dengan ketahanan hayati yang dipelajari pada kegiatan belajar ini. Adakah di antara peraturan perundang-undangan tersebut yang dapat digunakan sebagai dasar implementasi ketahanan hayati di Indonesia? Bila ada peraturan perundang-undangan yang mana dan bila tidak apa yang sebaiknya dilakukan?
Rangkuman
Ketahanan hayati mengintegrasikan kegiatan perlindungan di berbagai sektor dengan menggunakan konsep risiko sebagai pemersatu melalui prosedur analisis risiko. Analisis risiko terdiri atas komponen penilaian risiko, pengelolaan risiko, dan komunikasi risiko. Penilaian risiko dan pengelolaan risiko terdiri atas langkah-langkah yang semula berbeda antar sektor kemudian dibakukan menjadi langkah-langkah yang sama di semua sektor, sedangkan komunikasi risiko merupakan komponen baru yang semula belum digunakan pada sektor manapun. Dengan ketahanan hayati, perlindungan dilakukan dengan mengedepankan kerangka kebijakan dan perundang-undangan, bukan hanya kerangka teknis, terhadap kehidupan dan kesehatan mahluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan.
Uraian
Aspek PHT yang membedakannya dari sistem perlindungan tanaman lainnya adalah digunakannya istilah ‘terpadu’. Istilah ‘terpadu’ tersebut mengesankan kekomprehensifan, koordinasi, kebersamaan, dan sebagainya. Namun demikian, istilah ‘terpadu’ dalam PHT tidak mencakup semua pengertian tersebut. Akhirnya PHT menjadi terlalu berfokus pada petani dalam mengatasi permasalahan OPT dalam suatu agro-ekosistem. Padahal, seiring dengan meningkatnya gloalisasi dan pasar bebas, perlindungan tanaman seharusnya tidak hanya terpaku pada kegiatan ‘on-farm’, melainkan seharusnya mampu menembus batas-batas sektor. Hal ini, bersama dengan berbagai faktor yang dalam era globalisasi ini mempengaruhi perlindungan tanaman, mendorong lahirnya strategi yang dilandasi oleh cara memandang, cara memahami, dan cara bertindak lebih sesuai dengan perkembangan. Ditinjau dari cara memandang, cara memahami, dan cara bertindak tersebut maka perlindungan tanaman perlu dirumuskan dengan paradigma baru.
Paradigma baru perlindungan tanaman tersebut kini dikenal sebagai ketahanan hayati (biosecurity). Pada dasarnya, perlindungan tanaman perlu dipahami pada tataran konsep, strktur, dan prosedur. Pada tataran konsep, menurut Koblentz (2010), konsep ketahanan hayati berkembang melalui tahap sebagai berikut:
- Pada awalnya ketahanan hayati dipandang sebagai pendekatan yang dirancang untuk mencegah atau mengurangi penyebaran hama, penyakit, dan gulma pada sektor pertanian, yang kemudian diperluas untuk mencakup ancaman yang ditimbulkan oleh organisme berbahaya terhadap perekonomian dan lingkungan hidup sebagai tercermin dalam definisi FAO (2007) mengenai ketahanan hayati sebagai "pendekatan strategis dan terpadu yang mencakup kerangka kebijakan dan perundang-undangan (termasuk sarana dan prasarana maupun kegiatan) untuk menilai, mengelola, dan mengkomunikasikan risiko yang relevan terhadap manusia, kehidupan dan kesehatan hewan dan tumbuhan, serta risiko yang berkaitan dengan lingkungan hidup".
- Berikutnya ketahanan hayati dipandang pendekatan untuk mengadapi terorisme sebagai perlindungan agen mikrobial berbahaya yang dikenal sebagai agen terpilih (select agents) dari hilang, dicuri, atau disalahgunakan.
- Pada perkembangan selanjutnya, ketahanan hayati dipandang dalam kaitan dengan karakteristik pisau bermata ganda dari penelitian biomolekuler yang dalam kaitan ini ketahanan hayati dimaknai sebagai pengawasan terhadap penelitian guna ganda (dual-use research), yaitu penelitian hayati dengan tujuan ilmiah yang jelas tetapi dapat disalahgunakan untuk menimbulkan ancaman hayati terhadap kesehatan masyarakat dan/atau ketahanan nasional.
- Pada akhirnya, ketahanan hayati dipandang sebagai pendekatan komprehensif sebagai ketahanan terhadap penggunaan secara tidak terencana, tidak sesuai dengan ketentuan, atau secara salah yang disengaja (penyalahgunaan) agen hayati berpotensi bahaya atau teknologi, termasuk pengembangan, produksi, penimbunan, atau penggunaan senjata hayati dan ledakan hama dan penyakit baru.
Dalam kaitan dengan pertanian, konsep yang paling umum digunakan adalah konsep ketahanan hayati menurut FAO (2007). Dalam konsep ketahanan hayati menurut FAO (2007) tersebut, ketahanan hayati mencakup keamanan pangan, zoonosis, introduksi hama dan penyakit hewan dan tumbuhan, introduksi dan pelepasan organisme hidup termodifikasi (living modified organisms, LMOs) berikut produknya (misalnya organisme termodifikasi secara genetik atau genetically modified organisms, GMOs), serta introduksi dan pengelolaan spesies asing invasif (invasive alien species, IAS). Dengan demikian ketahanan hayati merupakan konsep yang secara langsung relevan dengan keberlanjutan pertanian, dan berbagai aspek kesehatan masyarakat dan perlindungan lingkungan, termasuk keanekaragaman hayati. Konsep ketahanan hayati menurut FAO (2007) menyiratkan:
- Perlindungan dilakukan terhadap kehidupan dan kesehatan mahluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan
- Perlindungan dilakukan dengan mengedepankan kerangka kebijakan dan perundang-undangan, bukan hanya kerangka teknis
- Perlindungan diintegrasikan dengan menggunakan risiko sebagai konsep pemersatu antar berbagai sektor pembangunan
- Bahaya, sebagai agen berbahaya yang didefinisikan berbeda-beda antar sektor pembangunan
- Risiko, sebagai fungsi peluang timbulnya bahaya yang merugikan terhadap kesehatan dan kehidupan dalam rona ketahanan hayati tertentu dan keparahan pengaruh yang ditimbulkan
- Keamanan pangan, sebagai agen hayati, kemiawi, atau fisik dalam, atau kondisi dari, pangan yang berpotensi menimbulkan menimbulkan pengaruh buruk terhadap kesehatan (The Codex Alimentarius Commission, CAC)
- Zoonosis, sebagai agen hayati yang dapat menyebar secara alami antar satwa liar, ternak, dan manusia (World Organisation for Animal Health, OIE)
- Animal health, sebagai agen patogenik yang dapat menimbulkan konsekuensi buruk terhadap importasi komoditas peternakan (World Organisation for Animal Health, OIE)
- Kesehatan tanaman, sebagai segala spesies, strain, atau biotipe tumbuhan, hewan, atau agen patogenik yang berbahaya terhadap tumbuhan atau produk tumbuhan. Dalam konteks ini IPPC tidak menggunakan istilah bahaya, melainkan menggunakan istilah hama dalam arti luas (International Plant Protection Convention, IPPC)
- Kesehatan tanaman karatina, sebagai hama dalam arti luas yang mempunyai potensi bahaya tinggi terhadap perekonomian suatu kawasan, baik hama yang belum terdapat maupun yang sudah terdapat di kawasan yang bersangkutan tetapi masih belum tersebar luas dan secara resmi masihdinyatakan dalam keadaan terkendalikan (International Plant Protection Convention, IPPC)
- “Keamanan hayati” dalam kaitan dengan tumbuhan dan hewan, sebagai organisme hidup termodifikasi yang memiliki kombinasi genetik baru yang diperoleh melalui penggunaan teknologi modern yang sangat mungkin dapat berdampak buruk terhadap pelestarian dan penggunaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan, termasuk bahaya lanjutan yang dapat timbul terhadap kesehatan manusia (Cartagena Protocol on Biosafety)
- “Keamanan hayati” dalam kaitan dengan pangan, sebagai organisme rekombinan DNA yang mempengaruhi secara langsung atau tersisa dalam pangan yang dapat menimbulkan bahaya terhadap kesehatan manusia (Cartagena Protocol on Biosafety)
- Spesies asing invasif, sebagai spesies invasif di luar distribusi alaminya di masa lalu maupun pada saat ini yang introduksi dan/atau penyebarannya berpotensi mengancam keanekaragaman hayati (Convention on Biological Diversity, CBD)
Secara prosedural, ketahanan hayati berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan, perlindungan kehidupan dan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan serta perlindungan lingkungan melalui langkah-langkah analisis risiko hama (pest risk analysis, PRA, di Indonesia disebut Analisis Risiko Organisme Pengganggu Tumbuhan, disingkat AROPT) yang mencakup:
- Penilaian risiko (risk assessment), merupakan proses ilmiah yang dilakukan untuk mengidentifikasi bahaya, mengkarakterisasi dampak buruk yang ditimbulkannya terhadap kesehatan, mengevaluasi taraf paparan penduduk atau populasi hewan/tumbuhan terhadap bahaya tersebut, dan mengestimasi risiko. Hasil penilaian risiko adalah profil risiko yang merupakan deskripsi mengenai konteks dan potensi risiko yang berkaitan dengan isue ketahanan hayati tertentu yang diperlukan untuk mengambil suatu tindakan.
- Pengelolaan risiko (risk management), yang merupakan langkah-langkah yang harus diambil oleh pihak yang berkompeten dalam mempertimbangkan hasil penilaian risiko, menentukan kebijakan alternatif dengan mempertimbangkan pandangan para pemangku kepentingan terhadap perlindungan kesehatan yang dimungkinkan, dan menentukan tindakan pengendalian yang diperlukan.
- Komunikasi risiko (risk communication). merupakan pertukaran interaktif informasi dan opini mengenai risiko, isu-isu pengelolaan risiko, dan persepsi masyarakat terhadap risiko.
Penilaian risiko semula dilakukan dengan langkah-langkah yang berbeda antar kelembagaan/konvensi yang berkaitan dengan kehidupan dan kesehatan mahluk hidup. Melalui ketahanan hayati langkah-langkah penilaian risiko tersebut distandardisasi sebagaimana disajikan pada Tabel 1.
Demikian juga dengan pengelolaan risiko, yang semula dilakukan dengan langkah-langkah yang berbeda antar kelembagaan/konvensi yang berkaitan dengan kehidupan dan kesehatan mahluk hidup, melalui ketahanan hayati distandardisasi sebagaimana disajikan pada Tabel 2.
Komunikasi risiko sebelumnya tidak merupakan ketentuan sehingga merupakan sesuatu yang baru yang ditetapkan dalam ketahanan hayati. Langkah-langkah komunikasi dalam situasi darurat perlu disesuaikan dari langkah-langkah pada situasi normal. Langkah-langkah komunikasi risiko yang ditempuh pada situasi normal terdiri atas pembentukan tim komunikasi risiko, penentuan kebutuhan konunikasi risiko, identifikasi pemangku kepentingan yang relevan, penentuan pesan kunci, pendekatan dengan pemangku kepentingan yang relevan, penyiapan dan penggunaan sumber informasi yang dapat dipercaya, serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaan dan hasil komunikasi risiko. Pada keadaan darurat, langkah-langkah komunikasi risiko perlu disesuaikan pada saat keadaan darurat baru mulai, keadaan darurat diperpanjang, dan keadaan darurat diturunkan.
Penilaian, pengelolaan, dan komunikasi risiko dalam ketahanan hayati dilakukan melintasi batas-batas agroekosistem, bahkan batas-batas kabupaten, provinsi, dan negara. Dalam hal ini, ketahanan hayati menggunakan pendekatan pra-batas, batas, dan pasca-batas. Pada pendekatan pra-batas, penilaian, pengelolaan, dan komunikasi risiko dilakukan melalui kerjasama dengan pihak luar yang terkait. Pada pendekatan batas, penilaian, pengelolaan, dan komunikasi risiko dilakukan melalui karantina. Pada pendekatan pasca-batas, penilaian, pengelolaan, dan komunikasi risiko dilakukan di dalam wilayah negara, provinsi, kabupaten/kota, dan bahkan agro-ekosistem. Dalam konteks pasca-batas ini, PHT tetap merupakan sistem yang relevan.
Sebagaimana telah diuraikan, penggunaan risiko sebagai pemersatu sektor dalam ketahanan hayati dilakukan dengan mengedepankan kerangka kebijakan dan perundang-undangan, bukan hanya kerangka teknis. Kerangka kebijakan antara lain tampak dari adanya standardisasi langkah-langkah, sedangkan kerangka perundang-undangan tampak dari kelembagaan/konvensi yang digunakan sebagai payung. Dengan melalui kerangka kebijakan dan kerangka perundang-undangan tersebut, ketahanan hayati memperluas cakupan perlindungan menjadi perlindungan terhadap kehidupan dan kesehatan mahluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan kerangka demikian, ditinjau dari aspek perlindungan tanaman, ketahanan hayati merupakan paradigma baru dalam perkembangan paradigma perlindungan tanaman sebagai berikut:
- Paradigma beragam cara secara tidak terpadu
- Paradigma pestisida sebagai pamungkas
- Paradigma PHT yang berkembang dari PHT-AE, PHT-SL, sampai PHT masyarakat
- Paradigma ketahanan hayati
Latihan
Pada Modul 2 telah dipelajari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan tanaman. Cobalah ingat kembali berbagai peraturan perundang-undangan tersebut dan kaitkan dengan ketahanan hayati yang dipelajari pada kegiatan belajar ini. Adakah di antara peraturan perundang-undangan tersebut yang dapat digunakan sebagai dasar implementasi ketahanan hayati di Indonesia? Bila ada peraturan perundang-undangan yang mana dan bila tidak apa yang sebaiknya dilakukan?
Rangkuman
Ketahanan hayati mengintegrasikan kegiatan perlindungan di berbagai sektor dengan menggunakan konsep risiko sebagai pemersatu melalui prosedur analisis risiko. Analisis risiko terdiri atas komponen penilaian risiko, pengelolaan risiko, dan komunikasi risiko. Penilaian risiko dan pengelolaan risiko terdiri atas langkah-langkah yang semula berbeda antar sektor kemudian dibakukan menjadi langkah-langkah yang sama di semua sektor, sedangkan komunikasi risiko merupakan komponen baru yang semula belum digunakan pada sektor manapun. Dengan ketahanan hayati, perlindungan dilakukan dengan mengedepankan kerangka kebijakan dan perundang-undangan, bukan hanya kerangka teknis, terhadap kehidupan dan kesehatan mahluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan.
Di era globalisasi ini sangat mempengaruhi perlindungan tanaman,baik dari cara memandang,cara memahami dan cara bertindak yang harus sesuai dengan perkembangan yang ada,maka dibuatlah paradigma baru yang dikenal dengan ketahanan hayati(biosecurity).
BalasHapusketahanan hayati merupakan konsep yang secara langsung relevan dengan keberlanjutan pertanian, dan berbagai aspek kesehatan masyarakat dan perlindungan lingkungan, termasuk keanekaragaman hayati.ketahanan hayati mencakup keamanan pangan, zoonosis, introduksi hama dan penyakit hewan dan tumbuhan, introduksi dan pelepasan organisme hidup termodifikasi.Dengan ketahanan hayati, perlindungan dilakukan dengan mengedepankan kerangka kebijakan dan perundang-undangan, bukan hanya kerangka teknis, terhadap kehidupan dan kesehatan mahluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan.
Ketahanan hayati mengintegrasikan kegiatan perlindungan diberbagai sektor dengan menggunakan konsep resiko sebagai pemersatu melalui prosedur analisis resiko.
BalasHapusAnalisis resiko terdiri atas komponen penilaian resiko, pengelolaan resiko,dan komunikasi resiko.
Penilaian resiko dan pengelolaan resiko terdiri atas langkah-langkah yang semula berbeda antar sektor kemudian dubakukan menjadi langkah -langkah yang sama disemua sektor, sedangkan komunikasi sektor merupakn komponen baru yang semula belum digunakan dalam sektor manapun.
Dengan ketahanan hayati, perlindungan dilakukan mengedepankan kerangka kebijakan dan perundang-undang, bukan hanya kerangka teknis, terhadap lehidupan dan kesehatan makluk hidup,baik manusia, hewan dan tumbuhan.
Apakah ada peraturan perundang-undang yang dapat digunakan sebagai dasar implementasi ketahanan hayati di Indonesia?
BalasHapusDan bila ada peraturan perundang" yang mana? Dan bila tidak apa yang sebaikanya dialakukan.?
Peraturan perundang-undangan yang dapat digunakan untuk mendasari implementasi ketahanan hayati di Indonesia belum ada. Namun ketahanan hayati sudah ditetapkan oleh FAO sebagai pendekatan lintas sektor melindungi kehidupan dan lingkungan hidup. Karena itu maka kalangan akademisi, termasuk mahasiswa, perlu mempromosikannya.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusBerikutnya ketahanan hayati dipandang pendekatan untuk mengadapi terorisme sebagai perlindungan agen mikrobial berbahaya yang dikenal sebagai agen terpilih (select agents) dari hilang, dicuri, atau disalahgunakan, jelaskan terorisme sebagai agen perlindungan mikrobial itu seprti apa? Dan bahaya dari agen terpilih kalau hilang atau dicuri bagi Masyarakat luas itu apa?
BalasHapusBerikutnya ketahanan hayati dipandang pendekatan untuk mengadapi terorisme sebagai perlindungan agen mikrobial berbahaya yang dikenal sebagai agen terpilih (select agents) dari hilang, dicuri, atau disalahgunakan, jelaskan terorisme sebagai agen perlindungan mikrobial itu seprti apa? Dan bahaya dari agen terpilih kalau hilang atau dicuri bagi Masyarakat luas itu apa?
BalasHapusApa tujuan dilepaskannya organisme hidup termodifikasi dalam konsep ketahanan hayati menurut FAO ?
BalasHapusApa tujuan dilepaskannya organisme hidup termodifikasi dalam konsep ketahanan hayati menurut FAO ?
BalasHapusApa tujuan dilepaskannya organisme hidup termodifikasi dalam konsep ketahanan hayati menurut FAO ?
BalasHapusDari materi yang saya baca Ketahanan hayati merupakan paradigma baru dalam perkembangan paradigma perlindungan tanaman sebagai berikut:
BalasHapus1. Paradigma beragam cara secara tidak terpadu
2. Paradigma pestisida sebagai pamungkas
3. Paradigma PHT yang berkembang dari PHT-AE, PHT-SL, sampai PHT masyarakat
4. Paradigma ketahanan hayati.
Dari keempat paradigma tersebut saya masih belum mengerti pada paradigma bagian pertama, yang ingin saya tanyakan tentang paradigma beragam cara secara tidak terpadu itu seperti apa?
Dalam aspek PHT yang membedakannya adalah di gunakan istilah 'terpadu'. Istilah 'terpadu' tersebut mengesankan kekomprehensifan, koordinasi, kebersamaan , dan sebagainnya. Namun demikian istilah 'terpadu' dalam PHT tidak mencakup semua pengertian tersebut.
BalasHapusMengapa dalam istilah 'terpadu' pada PHT tidak mencakup semua pengertian tersebut?
Mengapa dalam pengelolaan risiko (risk management) yang berkaitan dengan hasil penilaian risiko dalam menentukan kebijakan alternatif harus mempertimbangkan pandangan dari para pemangku kepentingan terhadap perlindungan kesehatan yang dimungkinkan dan menentukan tindakan pengendalian yang diperlukan?
BalasHapusBerdasarkan materi yg telah saya baca aspek PHT membedakan dari sistem perlindungan tanaman lain yaitu digunakannya istilah ‘terpadu’. Istilah ‘terpadu’ tersebut mengesankan kekomprehensifan, koordinasi, kebersamaan, dan sebagainya. Namun demikian, istilah ‘terpadu’ dalam PHT tidak mencakup semua pengertian tersebut. Akhirnya PHT menjadi terlalu berfokus pada petani dalam mengatasi permasalahan OPT dalam suatu agro-ekosistem.
BalasHapusYang ingin sy tnykan: 1.mengapa istilah terpadu pada PHT tidak mencakup semua pengertian tersebut?
2. Apa yg menyebabkan ketahanan hayati dipandang sebagai pendekatan untuk mengadapi terorisme sebagai perlindungan agen mikrobial berbahaya yang dikenal sebagai agen terpilih (select agents) dari hilang, dicuri, atau disalahgunakan?
Mengapa pada dasarnya, perlindungan tanaman perlu dipahami pada tataran konsep, strktur, dan prosedur?
BalasHapusdari materi diatas dijelaskan bahwa salah satu Bahaya (hazard) didefinisikan oleh lembaga internasional yang mengatur sektor yang bersangkutan adalah Zoonosis, sebagai agen hayati yang dapat menyebar secara alami antar satwa liar, ternak, dan manusia (World Organisation for Animal Health, OIE)
BalasHapusyang ingin saya tanyakan adalah penyakit pada tanaman apa saja yang bersifat zoonosis?
Dari materi yang sudah bapak paparkan dan sudah saya baca, Ketahanan hayati merupakan paradigma baru dalam perkembangan paradigma perlindungan tanaman sebagai berikut:
BalasHapus1. Paradigma beragam cara secara tidak terpadu
2. Paradigma pestisida sebagai pamungkas
3. Paradigma PHT yang berkembang dari PHT-AE, PHT-SL, sampai PHT masyarakat
4. Paradigma ketahanan hayati.
Dari keempat paradigma tersebut saya ingin bertanya, bagaimana keterkaitan antara keempat paradigma tersebut? dan bagaimana perkembangan paradigma tersebut dilapangan?
Menurut saya ketahanan hayati sangat bermanfaat bagi kelangsungan perlindungan tanaman kedepan karena Ketahanan hayati mengintegrasikan kegiatan perlindungan tanaman di berbagai sektor dengan menggunakan konsep risiko sebagai pemersatu melalui prosedur analisis risiko. Penilaian risiko dan pengelolaan risiko terdiri atas langka langka yang semula berbeda antar sektor kemudian di aku kan menjadi langka langka yang sama di semua sektor . sedangkan komunikasi risiko merupakan komponen baru yang semula belu digunakan pada sektor manapaun. Dengan ketahanan hayati perlindungan dilakukan dengan mengedepankan kerangka kebijakan dan perundang undangan, bukan hanya kerangka teknis terhadap kehidupan dan kesehatan makaluk hidup baik manusia hewan,maupun tumbuhan
BalasHapusterima kasih pak atas materi yang dipaparkan.
BalasHapusdisini saya ingin bertanya apakah ada peratauran undang-undang untuk Perlindungan Tanaman Menjadi Lintas Sektoral?
Yang ingin saya tanyakan mengapa dalam komunikasi resiko sebekumnya tidak merupakan ketentuan sehingga merupakan suatu yang baru yang ditetapkan dalam ketahanan hayati.
BalasHapusMengapa Analisis resiko terdiri atas komponen penilaian resiko, pengelolaan resiko,dan komunikasi resiko?
BalasHapusTerimakasih pak atas materinya !!
BalasHapusketahanan hayati berkaitan dengan bagaimana ketahanan hayati diintegrasikan dalam berbagai sektor pembangunan dan kelembagaan yang menangani berbagai sektor pembangunan.
Pertanyaan saya pak Bagaimana kaitan antara ketahanan hayati dalam menangani berbagai sektor pembangunan di Indonesia?