Orang bilang abad ke-21 adalah abad teknologi informasi. Oleh karena itu, dalam mengajar saja berusaha untuk mendorong agar selain menguasai bidang ilmu, mahasiswa juga menguasai teknologi informasi. Saya menggunakan blog untuk mengajak mahasiswa untuk belajar memanfaatkan teknologi informasi guna mendukung proses belajar mengajar. Melalui blog tersebut, mahasiswa dapat mengunduh silabus dan RKPS matakuliah, bahan ajar matakuliah, presentasi perkuliahan, tugas, dan referensi pendalaman. Saya membuat posting secara rutin untuk dikomentari mahasiswa. Ujian juga saya selenggarakan dengan meminta mahasiswa mengunduh soal ujian dari blog dan mengirmkan jawabannya melalui email. Namun bagaimana hasilnya?
File bahan ajar dan presentasi matakuliah yang saya unggah ternyata diminta lebih banyak oleh mahasiswa dari universitas lain daripada oleh mahasiswa yang saya ajar. Karena file bahan ajar dan presentasi matakuliah lebih banyak diminta oleh mahasiswa luar, file kemudian saya beri sandi. Saya meminta mahasiswa saya untuk meminta sandi apabila akan mengunduh file dengan menyertakan data pribadi berupa nama lengkap, NIM, dan nama matakuliah. Tetapi mahasiswa hanya mengirimkan email yang isinya meminta sandi tanpa menyertakan data pribadinya. Ketika saya meminta mahasiswa mengerjakan tugas dengan mengirimkan komentar terhadap posting yang saya buat, mereka bingung bagaimana caranya memberikan komentar. Terakhir, ketika saya meminta mengirimkan jawaban ujian melalui email, mahasiswa tidak mengikuti panduan yang saya sertakan pada lembqr pertanyaan. Bahkan, mereka tidak bisa memberi nama file sebagaimana seharusnya.
Saya memang tidak menyertakan panduan mengenai cara memberi nama file karena saya tahu mahasiswa telah lulus matakuliah Aplikasi Komputer. Saya mengharapkan mereka berpikir bahwa nama file jawaban ujian setidak-tidanya menyertakan nama mahasiswa yang bersangkutan dan nama matakuliah. Misalnya, mahasiswa yang bernama Maria Smart seharusnya mengirimkan file dengan nama ujian_mariasmart, bukan file dengan nama ujian. Hal ini memang tidak menimbulkan masalah, tetapi cukup merepotkan sebab saya harus memberi nama ulang file yang mereka kirim supaya saya bisa mengetahui nama pemilik file masing-masing.
Bagaimana ini semua bisa terjadi? Mengapa mahasiswa abad ke-21 masih sedemikian asing terhadap teknologi informasi? Bukankah sebagian besar mahasiswa telah menggunakan Facebook dan Twitter? Saya heran, mengapa mahasiswa yang sudah sedemikian akrab dengan Facebook dan Twitter masih bingung mengirimkan email dengan attachment. Mereka begitu piawai mengunggah foto dan menulis status di Facebook. Mereka begitu rajin men-twit dan me-retwit. Tapi mereka gamang ketika diminta mengomentari posting blog. Mereka bingung ketika diminta untuk meng-attach jawaban ujian untuk dikirimkan melalui email.
Suatu malam saya menonton tayangan TV mengenai seorang perempuan pemain saxophone. Ketika ditanya mengapa main saxophone yang di Indonesia kurang lazim dilakukan oleh seorang perempuan, perempuan pemain saxophone tersebut mengatakan bahwa dia tidak ingin latah, tidak ingin ikut-ikutan. Dia bilang bahwa bermain saxophone memang tidak memungkinkan dia populer seperti bila saja dia bermain gitar. Tapi dengan bermain saxophone, dia bilang, dia bisa menjadi dirinya sendiri, dia bisa menjadi profesional sebab bermain saxophone merupakan minatnya. Dia juga bilang bahwa dalam hidup ini dia tidak ingin seperti orang lain yang menyamakan kesuksesan dengan kepopuleran dan berkelimpahan materi. Bagi dia, katanya, kesuksesan adalah kebahagian mengerjakan hal-hal yang dia nikmati.
Lalu apa hubungan perempuan pemain saxophone ini dengan mahasiswa saya? Mereka tidak mau dikatakan ketinggalan teknologi. Oleh karena itu, sebagian besar mahasiswa mempunyai akun Facebook dan/atau Twitter. Dengan mempunyai akun Facebook dan/atau Twitter mereka bisa mengatakan dirinya sebagai generasi gaul masa kini yang melek teknologi informasi. Mereka mengunggah foto-foto pribadi ke Facebook, mereka membuat status yang berisi hal-hal yang sangat pribadi yang tidak sepatutnya dibaca oleh orang. Semua ini mereka lakukan karena ingin seperti orang lain. Orang lain punya Facebook maka saya harus juga punya. Orang lain punya Twitter maka saya juga harus punya. Semua ingin seperti orang lain. Untuk membuat akun Facebook dan Twitter tentu harus mempunyai akun email. tapi siapa tahu akun email digunakan hanya untuk membuat akun Facebook dan/atau akun Twitter, bukan untuk mengirimkan email.
Maka saya hanya mengurut dada. Hampir semua posting saya di blog tidak pernah dikomentari mahasiswa saya sendiri, melainkan oleh orang lain. Mahasiswa saya mungkin terlalu sibuk dengan Facebook dan/atau Twitter masing-masing.
File bahan ajar dan presentasi matakuliah yang saya unggah ternyata diminta lebih banyak oleh mahasiswa dari universitas lain daripada oleh mahasiswa yang saya ajar. Karena file bahan ajar dan presentasi matakuliah lebih banyak diminta oleh mahasiswa luar, file kemudian saya beri sandi. Saya meminta mahasiswa saya untuk meminta sandi apabila akan mengunduh file dengan menyertakan data pribadi berupa nama lengkap, NIM, dan nama matakuliah. Tetapi mahasiswa hanya mengirimkan email yang isinya meminta sandi tanpa menyertakan data pribadinya. Ketika saya meminta mahasiswa mengerjakan tugas dengan mengirimkan komentar terhadap posting yang saya buat, mereka bingung bagaimana caranya memberikan komentar. Terakhir, ketika saya meminta mengirimkan jawaban ujian melalui email, mahasiswa tidak mengikuti panduan yang saya sertakan pada lembqr pertanyaan. Bahkan, mereka tidak bisa memberi nama file sebagaimana seharusnya.
Saya memang tidak menyertakan panduan mengenai cara memberi nama file karena saya tahu mahasiswa telah lulus matakuliah Aplikasi Komputer. Saya mengharapkan mereka berpikir bahwa nama file jawaban ujian setidak-tidanya menyertakan nama mahasiswa yang bersangkutan dan nama matakuliah. Misalnya, mahasiswa yang bernama Maria Smart seharusnya mengirimkan file dengan nama ujian_mariasmart, bukan file dengan nama ujian. Hal ini memang tidak menimbulkan masalah, tetapi cukup merepotkan sebab saya harus memberi nama ulang file yang mereka kirim supaya saya bisa mengetahui nama pemilik file masing-masing.
Bagaimana ini semua bisa terjadi? Mengapa mahasiswa abad ke-21 masih sedemikian asing terhadap teknologi informasi? Bukankah sebagian besar mahasiswa telah menggunakan Facebook dan Twitter? Saya heran, mengapa mahasiswa yang sudah sedemikian akrab dengan Facebook dan Twitter masih bingung mengirimkan email dengan attachment. Mereka begitu piawai mengunggah foto dan menulis status di Facebook. Mereka begitu rajin men-twit dan me-retwit. Tapi mereka gamang ketika diminta mengomentari posting blog. Mereka bingung ketika diminta untuk meng-attach jawaban ujian untuk dikirimkan melalui email.
Suatu malam saya menonton tayangan TV mengenai seorang perempuan pemain saxophone. Ketika ditanya mengapa main saxophone yang di Indonesia kurang lazim dilakukan oleh seorang perempuan, perempuan pemain saxophone tersebut mengatakan bahwa dia tidak ingin latah, tidak ingin ikut-ikutan. Dia bilang bahwa bermain saxophone memang tidak memungkinkan dia populer seperti bila saja dia bermain gitar. Tapi dengan bermain saxophone, dia bilang, dia bisa menjadi dirinya sendiri, dia bisa menjadi profesional sebab bermain saxophone merupakan minatnya. Dia juga bilang bahwa dalam hidup ini dia tidak ingin seperti orang lain yang menyamakan kesuksesan dengan kepopuleran dan berkelimpahan materi. Bagi dia, katanya, kesuksesan adalah kebahagian mengerjakan hal-hal yang dia nikmati.
Lalu apa hubungan perempuan pemain saxophone ini dengan mahasiswa saya? Mereka tidak mau dikatakan ketinggalan teknologi. Oleh karena itu, sebagian besar mahasiswa mempunyai akun Facebook dan/atau Twitter. Dengan mempunyai akun Facebook dan/atau Twitter mereka bisa mengatakan dirinya sebagai generasi gaul masa kini yang melek teknologi informasi. Mereka mengunggah foto-foto pribadi ke Facebook, mereka membuat status yang berisi hal-hal yang sangat pribadi yang tidak sepatutnya dibaca oleh orang. Semua ini mereka lakukan karena ingin seperti orang lain. Orang lain punya Facebook maka saya harus juga punya. Orang lain punya Twitter maka saya juga harus punya. Semua ingin seperti orang lain. Untuk membuat akun Facebook dan Twitter tentu harus mempunyai akun email. tapi siapa tahu akun email digunakan hanya untuk membuat akun Facebook dan/atau akun Twitter, bukan untuk mengirimkan email.
Maka saya hanya mengurut dada. Hampir semua posting saya di blog tidak pernah dikomentari mahasiswa saya sendiri, melainkan oleh orang lain. Mahasiswa saya mungkin terlalu sibuk dengan Facebook dan/atau Twitter masing-masing.
heheheheh
BalasHapuskita mahasiswa harus benar2 mengerti internet, buka hanya sekedar facebook atau twitter
makasi buat blog-blognya pak
hehehehe
BalasHapusternyata kami mahasiswa harus benar-benar melek teknologi informasi,setidaknya tulisan di gerbang Universitas kita benar-benar ada sedikit penerapannya, bukannya berjam-jam di depan komputer hanya untuk facebook dan twitter saja.
makasi buat blog-blog yang bapak sediakan.
sebenarnya saya cukup iri karena bapak sebagai orang luar lebih mendalam pengetahuan bapak ttg NTT ini dari pada kita-kita anak NTT
makasi pak
Salam kenal.
BalasHapusMantaps Broo Info nya.
Gue demen bgt.
Sukses ya Broo . . . and GBU yaa.