Hari ini saya menghadapi sekian banyak mahasiswa yang mengajukan keberatan terhadap Nilai Akhir Semester mereka. Mereka mengajukan keberatan dengan berbagai alasan. Terima kasih atas keberatan yang telah Anda sampaikan. Tetapi, Nilai Akhir Semester (NAS) matakuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman telah saya unggah di blog ini sejak Juli 2012. Saya telah memberikan tenggang waktu selama dua minggu bagi mahasiswa untuk mengajukan keberatan terhadap NAS matakuliah ini, lihat gadget tex di bawah tayangan ini. Sebelumnya, saya juga sudah mengumumkan untuk meminta mahasiswa yang menyalin (copy) dan menempel (paste) jawaban ujiannya seakan-akan sebagai isi email untuk memasukkan kembali jawabannya sebagai attachment. Selama periode yang saya berikan tersebut, tidak ada satu pun mahasiswa yang mengajukan keberatan. Tidak ada satu pun mahasiswa yang memasukkan jawaban kembali sebagai attachment. Dan tiba-tiba, pada hari ini, pada hari terakhir konsultasi, sekian banyak mahasiswa beramai-ramai mendatangi saya untuk mengajukan keberatan.
Saya sudah sejak awal menyampaikan bahwa blog ini saya buat sebagai sarana komunikasi antar dosen dan antara dosen dan mahasiswa. Melalui blog ini saya berharap bisa berkomunikasi tanpa batas ruang dan waktu. Dengan kata lain, di manapun saya sedang bertugas, kapan pun juga, saya bisa dihubungi oleh mahasiswa. Bukan hanya pada jam-jam kerja, bahkan melalui blog ini saya bisa dihubungi di luar jam kerja, pagi siang dan malam. Bukan hanya melalui email atau pesan singkat, melalui blog ini saya bahkan telah menyediakan fasilitas chating. Namun rupanya, harapan saya masih jauh dari kenyataan. Mahasiswa universitas berwawasan global ternyata masih sulit untuk bisa diajak berkomunikasi dengan cara-cara global. Di satu pihak, saya senang mahasiswa berani mengajukan keberatan, tetapi di pihak lain saya sedih karena mereka ternyata belum bisa berperilaku sebagaimana seharusnya perilaku mahasiswa universitas berwawasan global.
Ke manakah semua mahasiswa setelah selesai mengikuti ujian? Apakah semuanya pulang mudik ke kampung halaman sehingga tidak bisa mengakses Internet? Saya yakin masih ada mahasiswa yang tetap tinggal di Kupang. Saya kira persoalannya lain, segera setelah ujian berarti tinggal menunggu lulus. Akhir-akhir ini, mahasiswa memang sangat mudah memperoleh kelulusan. Kolega saya bahkan memberi nilai A dan B untuk satu kelas mahasiswa yang terdiri atas lebih dari 50 orang. Suatu kali, saya bahkan pernah memperoleh datar nilai yang memberikan nilai A kepada mahasiswa yang sudah membatalkan matakuliah. Saya pun senang memberikan nilai A kepada mahasiswa, tetapi bukan berarti harus memberi A kepada semua mahasiswa dalam satu kelas. Dalam pemahaman saya, sehebat apapun saya mengajar, sehebat apapun kepintaran mahasiswa, bila jumlah mahasiswa lebih dari 30 orang, pasti tidak mungkin seluruhnya memperoleh nilai A dan B. Sebab pada dasarnya, dosen dan mahasiswa adalah mahasiswa normal, sehingga kinerjanya seharusnya berdistribusi normal. Kecuali bila mahasiswa sudah diseleksi sedemikian ketat dan bukan masuk gelombang demi gelombang dengan mengetuk pintu ke pintu.
Saya sudah menyampaikan pada saat ujian bahwa mahasiswa yang mengumpulkan jawaban yang sama dengan mahasiswa lain akan dikenai pengurangan nilai. Meskipun sudah menyampaikan demikian, mahasiswa rupanya tidak memperdulikan, mungkin dikira saya hanya main-main. Setelah jawaban saya periksa, ternyata tidak sedikit mahasiswa mengumpulkan jawaban yang bukan hanya sama, tetapi persis sama, dengan jawaban mahasiswa lain. Mereka menyalin (copy) dan menempel (paste) jawaban mahasiswa lain, sehingga bukan hanya kata-katanya yang sama, tetapi juga klimat jawabannya, dan bahkan cara mengetikkan jawabannya. Saya tidak tahu di antara mahasiswa yang memberikan jawaban yang sama tersebut, siapa yang menyediakan jawaban untuk disalin dan siapa yang menyalin. Bagi saya, perbuatan seperti ini sama sekali tidak dapat ditoleransi. Pada era komputers dan internet sekarang ini memang sangat mudah menyalin jawaban dari mahasiswa lain dan bahkan menyalin mentah-mentah tulisan di Internet dan menjadikannya seakan-akan merupakan tulisan sendiri. Bagi saya, cara-cara sperti ini merupakan cara yang bila dibiarkan begitu saja, akan menjadikan mahasiswa, setelah tamat nanti, tidak akan pernah merasa bersalah merampok uang rakyat untuk kepentingan pribadi.
Kenyataan bahwa mahasiswa belum bisa memanfaatkan teknologi komunikasi dengan sebagaimana mestinya, juga menunjukkan bahwa semboyan universitas global ternyata lebih mudah menuliskannya di pintu gerbang daripada melaksanakannya. Saya sudah menyampaikan bagaimana berkomunikasi menggunakan email, tetapi masih saja ada mahasiswa yang tidak bisa menggunakan email sebagaimana mestinya. Saya sudah menyampaikan melalui berbagai kesempatan, bahwa file yang berukuran besar tidak bisa dikirimkan sebagai attachment, tetapi tetap saja masih ada yang bertanya bagaimana mengirimkan file berukuran besar melalui email. Saya sudah memberikan jalan keluarnya dengan berbagai cara, tetapi rupanya tidak diakses. Rupanya, Internet diakses sebatas untuk Facebook dan Twitter. Tidak ada salahnya memang bila Facebook dan Twitter dimanfaatkan sebagai sarana belajar. Tetapi yang terjadi, Facebook dan Twitter digunakan untuk membuka berbagai hal yang seharusnya bersifat pribadi ke ruang publi. Jangan heran bila status Facebook pun berkisar dari cerita di seputar jatuh cinta, patah hati, salon, jalan-jalan, dan sejenisnya.
Facebook dan Twitter memang merupakan trend global, tetapi apakah mengakses Internet sekedar untuk ber-Facebook dan ber-Twitter ria merupakan bagian dari wawasan global? Tidakkah ada yang memikirkan apa sanksi bagi mahasiswa yang dengan begitu mudah menyontek dan melakukan plagiarisme dengan menyalin konten website untuk mengerjakan tugas dan bahkan membuat skripsi?
Saya sudah sejak awal menyampaikan bahwa blog ini saya buat sebagai sarana komunikasi antar dosen dan antara dosen dan mahasiswa. Melalui blog ini saya berharap bisa berkomunikasi tanpa batas ruang dan waktu. Dengan kata lain, di manapun saya sedang bertugas, kapan pun juga, saya bisa dihubungi oleh mahasiswa. Bukan hanya pada jam-jam kerja, bahkan melalui blog ini saya bisa dihubungi di luar jam kerja, pagi siang dan malam. Bukan hanya melalui email atau pesan singkat, melalui blog ini saya bahkan telah menyediakan fasilitas chating. Namun rupanya, harapan saya masih jauh dari kenyataan. Mahasiswa universitas berwawasan global ternyata masih sulit untuk bisa diajak berkomunikasi dengan cara-cara global. Di satu pihak, saya senang mahasiswa berani mengajukan keberatan, tetapi di pihak lain saya sedih karena mereka ternyata belum bisa berperilaku sebagaimana seharusnya perilaku mahasiswa universitas berwawasan global.
Ke manakah semua mahasiswa setelah selesai mengikuti ujian? Apakah semuanya pulang mudik ke kampung halaman sehingga tidak bisa mengakses Internet? Saya yakin masih ada mahasiswa yang tetap tinggal di Kupang. Saya kira persoalannya lain, segera setelah ujian berarti tinggal menunggu lulus. Akhir-akhir ini, mahasiswa memang sangat mudah memperoleh kelulusan. Kolega saya bahkan memberi nilai A dan B untuk satu kelas mahasiswa yang terdiri atas lebih dari 50 orang. Suatu kali, saya bahkan pernah memperoleh datar nilai yang memberikan nilai A kepada mahasiswa yang sudah membatalkan matakuliah. Saya pun senang memberikan nilai A kepada mahasiswa, tetapi bukan berarti harus memberi A kepada semua mahasiswa dalam satu kelas. Dalam pemahaman saya, sehebat apapun saya mengajar, sehebat apapun kepintaran mahasiswa, bila jumlah mahasiswa lebih dari 30 orang, pasti tidak mungkin seluruhnya memperoleh nilai A dan B. Sebab pada dasarnya, dosen dan mahasiswa adalah mahasiswa normal, sehingga kinerjanya seharusnya berdistribusi normal. Kecuali bila mahasiswa sudah diseleksi sedemikian ketat dan bukan masuk gelombang demi gelombang dengan mengetuk pintu ke pintu.
Saya sudah menyampaikan pada saat ujian bahwa mahasiswa yang mengumpulkan jawaban yang sama dengan mahasiswa lain akan dikenai pengurangan nilai. Meskipun sudah menyampaikan demikian, mahasiswa rupanya tidak memperdulikan, mungkin dikira saya hanya main-main. Setelah jawaban saya periksa, ternyata tidak sedikit mahasiswa mengumpulkan jawaban yang bukan hanya sama, tetapi persis sama, dengan jawaban mahasiswa lain. Mereka menyalin (copy) dan menempel (paste) jawaban mahasiswa lain, sehingga bukan hanya kata-katanya yang sama, tetapi juga klimat jawabannya, dan bahkan cara mengetikkan jawabannya. Saya tidak tahu di antara mahasiswa yang memberikan jawaban yang sama tersebut, siapa yang menyediakan jawaban untuk disalin dan siapa yang menyalin. Bagi saya, perbuatan seperti ini sama sekali tidak dapat ditoleransi. Pada era komputers dan internet sekarang ini memang sangat mudah menyalin jawaban dari mahasiswa lain dan bahkan menyalin mentah-mentah tulisan di Internet dan menjadikannya seakan-akan merupakan tulisan sendiri. Bagi saya, cara-cara sperti ini merupakan cara yang bila dibiarkan begitu saja, akan menjadikan mahasiswa, setelah tamat nanti, tidak akan pernah merasa bersalah merampok uang rakyat untuk kepentingan pribadi.
Kenyataan bahwa mahasiswa belum bisa memanfaatkan teknologi komunikasi dengan sebagaimana mestinya, juga menunjukkan bahwa semboyan universitas global ternyata lebih mudah menuliskannya di pintu gerbang daripada melaksanakannya. Saya sudah menyampaikan bagaimana berkomunikasi menggunakan email, tetapi masih saja ada mahasiswa yang tidak bisa menggunakan email sebagaimana mestinya. Saya sudah menyampaikan melalui berbagai kesempatan, bahwa file yang berukuran besar tidak bisa dikirimkan sebagai attachment, tetapi tetap saja masih ada yang bertanya bagaimana mengirimkan file berukuran besar melalui email. Saya sudah memberikan jalan keluarnya dengan berbagai cara, tetapi rupanya tidak diakses. Rupanya, Internet diakses sebatas untuk Facebook dan Twitter. Tidak ada salahnya memang bila Facebook dan Twitter dimanfaatkan sebagai sarana belajar. Tetapi yang terjadi, Facebook dan Twitter digunakan untuk membuka berbagai hal yang seharusnya bersifat pribadi ke ruang publi. Jangan heran bila status Facebook pun berkisar dari cerita di seputar jatuh cinta, patah hati, salon, jalan-jalan, dan sejenisnya.
Facebook dan Twitter memang merupakan trend global, tetapi apakah mengakses Internet sekedar untuk ber-Facebook dan ber-Twitter ria merupakan bagian dari wawasan global? Tidakkah ada yang memikirkan apa sanksi bagi mahasiswa yang dengan begitu mudah menyontek dan melakukan plagiarisme dengan menyalin konten website untuk mengerjakan tugas dan bahkan membuat skripsi?
Mantaps Broo Info nya.
BalasHapusGue demen bgt. Sukses ya Broo . . .
Salam kenal.
BalasHapusMantaps Broo Info nya.
Gue demen bgt.
Sukses ya Broo . . . and GBU yaa.