Selamat Datang

Belajar Kebijakan Perlindungan Tanaman adalah blog baru yang dibuat untuk mendukung mahasiswa Faperta Undana mempelajari mata kuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman. Pada saat ini blog belum selesai dikerjakan sehingga hanya menyedaiakan fitur layanan secara terbatas. Silahkan kunjungi blog lama untuk memperoleh informasi mengenai fitur layanan yang akan diberikan melalui blog baru ini.

Pemberitahuan Registrasi Mahasiswa

Seluruh mahasiswa peserta kuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman semester genap tahun 2018/2019 wajib melakukan registrasi mata kuliah secara daring (online) dan memeriksa hasil registrasi. Lakukan registrasi dengan menggunakan nama yang sesuai dengan nama pada saat melakukan registrasi mahasiswa Undana. Mahasiswa yang tidak melakukan registrasi tidak akan memperoleh nilai akhir semester. Registrasi dilakukan selambat-lambatnya sampai pada 12 April 2019.

Pemberitahuan Ujian Akhir Semester

Ujian Akhir Semester Genap Tahun Akademik 2018/2019 diselenggarakan secara daring (online) pada Senin, 17 Juni 2019. Silahkan mengakses tayangan mengenai Ujian Akhir Semester untuk membaca soal dan pertanyaan ujian serta mengunggah Lembar Jawaban Ujian serta memeriksa untuk memastikan bahwa Lembar Jawaban Ujian yang diunggah sudah masuk.

Pemberitahuan Kuliah Daring 1

Kuliah pada Jumat, 5 April 2019 dengan materi 4.1. Pengendalian Hama Terpadu sebagai Perlindungan Tanaman yang Bersifat Sektoral yang disepakati untuk dialihkan menjadi pada Rabu, 10 April 2019 tidak dapat dilaksanakan secara tatap muka karena dosen bertugas ke luar kota. Sebagai bagian dari pengembangan sistem perkuliahan blended learning, kuliah akan dilaksanakan secara daring. Silahkan baca materi kuliah sampai benar-benar mengerti dan kemudian klik Formulir Mengikuti Perkuliahan Daring, jawab setiap pertanyaan, dan klik tombol kirim untuk memasukkan formulir. Untuk memastikan bahwa formulir yang dikirimkan telah benar-benar masuk, silahkan lakukan pemeriksaan hasil pengiriman formulir. Mahasiswa yang mengikuti perkuliahan daring wajib menandatangani daftar hadir dan mengirimkan file foto daftar hadir yang sudah ditandatangani oleh semua mahasiswa yang hadir.

Pemberitahuan Kuliah Daring 2

Kuliah yang dijadwalkan pada Rabu, 1 Mei 2019 tidak dapat dilaksanakan karena libur Hari Buruh Internasional. Untuk menggantikan, kuliah pada hari tersebut dilaksanakan secara daring pada Senin, 6 Mei 2019 pukul 16.00 WITA untuk mendiskusikan materi 5.1. Pengelolaan Program Perlindungan Tanaman: Daur Pengelolaan Program. Silahkan baca dan diskusikan materi kuliah sampai benar-benar mengerti dan kemudian klik Formulir Mengikuti Perkuliahan Daring, jawab setiap pertanyaan, dan klik tombol kirim untuk memasukkan formulir. Untuk memastikan bahwa formulir yang dikirimkan telah benar-benar masuk, silahkan lakukan pemeriksaan hasil pengiriman formulir. Mahasiswa yang mengikuti perkuliahan daring wajib menandatangani daftar hadir dan mengirimkan file foto daftar hadir yang sudah ditandatangani oleh semua mahasiswa yang hadir. Formulir Mengikuti Perkuliahan Daring harus sudah masuk selambat-lambatnya pada Selasa, 7 Mei 2019 pukul 18.00 WITA.

PemberitahuanKuliah Daring 3

Untuk menggantikan kuliah yang dijadwalkan pada Jumat, 17 Mei 2019 yang tidak dapat dilaksanakan secara tatap muka luring maka dilaksanakan perkuliahan daring pada Kamis, 23 Mei 2014 mulai pada pukul 16.00 WITA dengan materi kuliah 5.3. Pengelolaan Program Perlindungan Tanaman: Evaluasi, Perenungan/Pembelajaran, dan Penyerahan Program. Silahkan baca dan diskusikan materi kuliah sampai benar-benar mengerti dan kemudian klik Formulir Mengikuti Perkuliahan Daring, jawab setiap pertanyaan, dan klik tombol kirim untuk memasukkan formulir. Untuk memastikan bahwa formulir yang dikirimkan telah benar-benar masuk, silahkan lakukan pemeriksaan hasil pengiriman formulir. Mahasiswa yang mengikuti perkuliahan daring wajib menandatangani daftar hadir dan mengirimkan file foto daftar hadir yang sudah ditandatangani oleh semua mahasiswa yang hadir. Formulir Mengikuti Perkuliahan Daring harus sudah masuk selambat-lambatnya pada Jumat, 24 Mei 2019 pukul 18.00 WITA.

Pemberitahuan Softskill

Mahasiswa peserta kuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman Semester Genap Tahun 2018/2019 yang sudah melakukan registrasi mata kuliah wajib menyampaikan komentar dan/atau pertanyaan di dalam kotak di bawah setiap materi kuliah yang disampaikan oleh dosen Ir. I Wayan Mudita, M.Sc., Ph.D. Komentar dan/atau pertanyaan yang diajukan dibatasi pada komentar dan/atau pertanyaan yang berkaitan dengan isi setiap tulisan. Komentar dan/atau pertanyaan yang diajukan tersebut akan disalin dan ditempel ke dalam Lembar Penilaian Softskill yang pada akhir perkuliahan wajib dilaporkan denganmenggunakan Lembar Pelaporan Softskill untuk digunakan sebagai dasar penilaian softskill.

Pemberitahuan Tugas

Mahasiswa peserta kuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman semester genap 2018/2019 wajib mengerjakan Tugas. Silahkan periksa Halaman Tugas untuk mengerjakan Tugas 1 dan Tugas 2 lalu memasukkan Laporan Tugas sesuai dengan tanggal tenggat yang telah ditetapkan.

Sabtu, 06 April 2019

3.2. Pengambilan Keputusan, Penerapan, dan Pengorganisasian Pengendalian Hama Terpadu

Print Friendly and PDF
Pada tulisan sebelumnya sudah diuraikan PHT sebagai sistem perlindungan tanaman menurut UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman itu sebenarnya bagaimana secara teknis. Pada tulisan tersebut telah diuraikan bahwa PHT pada dasarnya merupakan instrumen pengambilan keputusan untuk melaksanakan tindakan perlindungan tanaman. Pengambilan keputusan tersebut berkaitan dengan cara apa yang digunakan dan kapan pengendalian mulai dilakukan. Pada tulisan ini diuraikan prosedur pengambilan keputusan dalam penerapan PHT dan pengorganisasian petani untuk dapat melaksanakan penerapan PHT.


Uraian
Sebagaimana didefinisikan oleh Kogan (1998), PHT sesungguhnya merupakan sistem dukungan pengambilan keputusan. Yang dimaksud dengan sistem dukungan pengambilan keputusan adalah berbagai cara yang dilakukan untuk menentukan apakah tindakan pengendalian sudah atau belum perlu dilakukan, apa saja yang perlu dipertimbangkan, dan bila perlu dilakukan, tindakan pengendalian apa yang sebaiknya dilakukan dan bagaimana melakukannya. Dengan demikian, pengambilan keputusan sebenarnya merupakan bagian PHT yang paling penting. Bahkan, dapat dikatakan bahwa PHT sesungguhnya adalah perubahan pengambilan keputusan dari pengendalian dengan pestisida secara terjadwal menjadi pengendalian dengan berbagai cara pada waktu yang ditentukan dengan menggunakan pertimbangan tertentu sebagai dasar pengambilan keputusan. Pada pengendalian OPT dengan pestisida secara terjadwal, pengambilan keputusan merupakan sesuatu yang tidak penting sebab pelaksanaan pengendalian telah dijadwalkan.

Pengambilan keputusan dalam PHT dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang saling berkaitan dan dengan melalui proses yang kompleks. Sebagaimana dengan PHT sendiri yang berkembang dari ‘pengendalian hama terpadu’ menjadi ‘pengelolaan hama terpadu’, pengambilan keputusan juga terus mengalami perkembangan. Pada awalnya, ketika PHT masih pada tahap ‘pengendalian hama terpadu’, pengambilan keputusan dilakukan dengan dasar ambang ekonomi (AE). AE merupakan padat populasi OPT yang perlu dikendalikan untuk mencegah menjadi semakin meningkat mencapai padat populasi yang dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis (ambang luka ekonomis, ALE). AE sebagai dasar pengambilan keputusan ditetapkan oleh para pakar dengan menggunakan metode tertentu. Petani melakukan pemantauan agroekosistem dan mencocokkan apakah populasi OPT hasil pemantauan telah atau belum mencapai AE. Bila padat populasi hasil pemantauan telah mencapai AE maka tindakan perlindungan tanaman segera harus dilakukan. Sebaliknya bila padat populasi hasil pemantauan masih lebih rendah daripada AE maka tindakan perlindungan tanaman belum perlu dilakukan sampai diperoleh hasil dari pelaksanaan pemantauan agro-ekosistem berikutnya.

Pengambilan keputusan berdasarkan AE banyak dikritik karena sebenarnya dilakukan bukan oleh petani sendiri melainkan dengan bantuan pakar untuk terlebih dahulu menetapkan AE. Selain itu AE dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama kemampuan merusak dari hama yang dikendalikan, biaya pengendalian, dan harga hasil tanaman sehingga dengan demikian AE bersifat dinamik (senantiasa berubah). Bila harus menunggu ditetapkan oleh para pakar maka akan selalu terlambat, tetapi bila harus ditetapkan oleh petani sendiri menjadi terlalu rumit. Oleh karena itu, seiring dengan perkembangan maka pengambilan keputusan dengan menggunakan instrumen AE semakin ditinggalkan dan digantikan dengan dasar pertimbangan yang lebih mudah dapat dilakukan oleh petani sendiri atau bila dilakukan oleh pakar maka harus dapat dilakukan dengan cepat seiring dengan dinamika OPT sendiri. Hal ini melahirkan cara pengambilan keputusan berbasis petani dan berbasis sistem pakar (expert system) dengan dukungan komputer dan dan jaringan Internet.

Pengambilan keputusan berbasis petani di Indonesia sebenarnya telah dimulai ketika PHT menjadi program nasional dan dilaksanakan melalui sekolah lapang PHT (SL-PHT). Akan tetapi, perubahan tersebut tidak berlangsung dengan serta merta melainkan berlangsung beriringan dengan pengambilan keputusan berdasarkan AE. Semakin lama, setelah semakin banyak petani mengenyam SL-PHT maka pengambilan keputusan berbasis petani semakin dikedepankan dan pengambilan keputusan berdasarkan AE semakin ditingalkan. Pengambilan keputusan berbasis petani didasarkan atas pemikiran bahwa petani adalah ahli PHT. Petani adalah orang yang paling mengerti dan paling berkepentingan akan usahataninya sehingga petanilah yang seharusnya paling bisa dan paling berhak memutuskan. Pengambilan keputusan berbasis petani tetap mempertimbangkan populasi OPT hasil pemantauan agro-ekosistem, tetapi keputusan tidak diambil dengan mencocokkan padat populasi hasil pemantauan dengan AE, melainkan dengan mempertimbangkan banyak hal yang disepakati bersama oleh anggota kelompok yang mempunyai usahatani di suatu hamparan tertentu. Dengan demikian, pengambilan keputusan berbasis petani dilakukan oleh petani secara bersama-sama, tidak bisa hanya secara individual sebagaimana pada pengambilan keputusan berdasarkan AE. Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa permasalahan OPT sesungguhnya adalah permasalahan perubahan keseimbangan ekologis sehingga untuk mengatasinya perlu dilakukan dalam satu wilayah hamparan secara bersama-sama dan dalam waktu bersamaan.

 
(a) (b) (c)
Gambar 3.2. Kegiatan SL-PHT: (a) Pengamatan agro-ekosistem pada SLPHT padi, (b) Pengenalan OPT dan musuh alami pada SL-PHT kakao, dan (c) Pengamatan agro-ekosistem pada SL-PHT kedelai

Pengambilan keputusan berbasis petani dapat dilakukan dengan menggunakan beragam pertimbangan tambahan selain sekedar padat populasi hasil pemantauan agroekosistem. Pemantauan agro-ekosistem tetap dilakukan tetapi hasilnya tidak bersifat final sebagaimana pada pengambilan keputusan berdasarkan AE, melainkan dimusyawarahkan untuk memperoleh keputusan bersama. Pengambilan keputusan melalui musyawarah tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan bahnyak faktor lain, di antaranya pengalaman petani, hasil pemantauan musuh alami, biaya pelaksanaan, nilai hasil usahatani, dan sebagainya. Pengambilan keputusan melalui musyawarah tersebut dilakukan dengan menggunakan berbagai bantuan cara pengambilan keputusan, di antaranya pohon keputusan, yang semuanya telah dipelajari melalui SLPHT. Setelah diputuskan melalui musyawarah maka keputusan mengikat setiap orang yang mempunyai usahatani pada hamparan yang sama untuk melakukannya bersama-sama. Pengambilan keputusan berbasis petani mengharuskan petani mengikat diri dalam organisasi kelompok tani.

Pengambilan keputusan berbasis sistem pakar dilakukan bersama-sama oleh petani dan oleh pihak luar yang mengoperasikan sistem pakar yang digunakan. Pengambilan keputusan berbasis sistem pakar juga tidak hanya didasarkan semata-mata atas populasi OPT, melainkan berdasarkan berbagai faktor yang terlebih dahulu telah dipelajari secara mendalam dan diketahui mempengaruhi terjadinya ledakan OPT. Dengan demikian, pemantauan agro-ekosistem dalam pengambilan keputusan berbasis sistem pakar tidak hanya dilakukan terhadap OPT dan musuh alaminya, tetapi juga terhadap faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan OPT dan musuh alaminya. Faktor lingkungan yang lazim dipertimbangkan adalah kultivar tanaman, fase pertumbuhan tanaman, keadaan agroklimat, dan sebagainya. Pemantauan dapat dilakukan dengan melibatkan petani secara langsung maupun tidak langsung dan melaporkan hasilnya kepada sistem pakar untuk diproses secara terkomputerisasi. Hasil pemrosesan terkomputerisasi tersebut dikembalikan kepada petani untuk mengambil keputusan akhir pelaksanaannya. Di negara-negara maju, pelaporan hasil pemantauan kepada sistem pakar dan penyampaian hasil permosesan sistem pakar kepada petani dilakukan dengan dukungan Internet, tetapi hal ini belum memungkinkan di negara-negara sedang berkembang.

Pengambilan keputusan dilakukan terhadap berbagai hal, di antaranya cara pengendalian yang diterapkan, saat melakukan tindakan, cara pelaksanaan, dan sebagainya. Cara pengendalian dapat berupa cara mekanik, cara fisik, cara kimiawi, cara hayati, cara genetik, cara budidaya, dan cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmi pengetahuan dan teknologi. Di antara cara-cara tersebut ditentukan satu atau beberapa cara untuk diterapkan secara bersamaan. Dalam pemilihan cara-cara tersebut, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, cara kimiawi harus dipilih sebagai alternatif terakhir. Pemilihan sebagai alternatif terakhir tidak berarti bahwa setiap cara lain terlebih dahulu dicoba, melainkan dipertimbangkan masak-masak dan setelah melalui pertimbangan tersebut maka apabila tidak ada cara lain yang dipandang efektif barulah dapat digunakan cara kimiawi. Setelah cara pengendalian ditetapkan maka pelaksanaan pengendalian dilakukan sesuai dengan keputusan mengenai waktu pelaksanaan, apakah saat ini juga atau perlu menunggu beberapa waktu kemudian. Cara pelaksanaan bergantung pada dasar yang digunakan dalam pengambilan keputusan, apakah keputusan diambil berdasarkan AE, berdasarkan keputusan petani, atau berdasarkan sistem pakar. Pada pengambilan keputusan berdasarkan AE, elaksanaan dapat dilakukan secara perseorangan atau secara berkelompok (bila penetapan AE dilakukan secara berkelompok), sedangkan pada pengambilan keputusan berdasarkan keputusan petani atau berdasarkan sistem pakar, pelaksanaan harus dilakukan secara berkelompok.

Pelaksanaan PHT secara berkelompok memerlukan pengorganisasian petani. Pengorganisasian petani pada mulanya dilakukan dengan pendekatan ‘dari atas’ (top down), yaitu dibentuk atas dasar permintaan pihak luar, tetapi ke depan diharapkan dapat berlangsung ‘dari bawah’ (bottom up), yaitu dibentuk oleh petani atas dasar kesadaran sendiri. Meskipun telah terjadi perubahan besar-besaran secara politik setelah reformasi, pengorganisasian dewasa ini masih sangat diwarnai oleh pendekatan ‘dari atas’. Pengorganisasian petani dengan pendekatan ‘dari bawah’ masih belum begitu meluas, selain karena kesadaran politik petani masih sangat didominasi oleh politik partai, itikad pemerintah sendiri untuk mendorong berkembangnya kesadaran pengorganisasian petani ‘dari bawah’ memang masih belum terlalu tampak. Program pemerintah yang murni dilaksanakan untuk menumbuhkan kesadaran berorganisasi di kalangan petani memang masih sangat jarang, kalau bukan justeru belum ada sama sekali. Kemampuan petani untuk berorganisasi masih sangat jauh ketinggalan dari kemampuan buruh karena petani didorong berorganisasi pada umumnya hanya untuk tujuan ‘menyukseskan’ program pemerintah, termasuk program PHT. Kelompok-kelompok tani PHT pada umumnya dibentuk manakala pemerintah memprogramkan PHT, yang kemudian untuk selanjutnya, setelah program selesai dilaksanakan, kelompok tani pun juga ikut menyelesaikan dirinya sendiri.

Pengorganisasian masyarakat menjadi pentinga dalam pelaksanaan PHT karena pengendalian OPT merupakan masalah masyarakat yang untuk mengatasinya memerlukan tindakan bersama berdasarkan atas visi dan komitmen yang dimiliki bersama mengenai masalah yang dihadapi dan mengenai hubungan satu sama lain agar kegiatan/tindakan perlindungan tanaman dapat berkelanjutan dalam menghadapi karakteristik OPT yang sulit dikendalikan, sebagaimana disampaikan oleh Howard et al. (2019):
pest management is a community problem, which requires collective action in order to achieve best results across the landscape; and collective action requires people to work together to develop a shared vision and commitment, to the problem and to each other, in order for that action to be sustained over time, in response to the persistent nature of pest species  (p. 11 dan 27).
Pengorganisasian masyarakat menjadi penting karena OPT tidak lagi hanya bisa dipandang dari perspektif sains dan teknik sebagaimana mendominasi selama ini, melainkan juga dari perspektif kepedulian yang meningkat mengenai peranan manusia dalam mendorong perubahan dan pengelolaan lanskap, dan dari perspektif mengenai cara kedua perspektif sebelumnya direpresentasi dan dibentuk melalui kerangka pengambilan keputusan seperti legislasi, kebijakan, nasihat best prectice, dan budaya (Howard et al., 2019, p. 3):

Latihan
Carilah pustaka mengenai ambang ekonomi dan baca untuk memahami apa itu ambang ekonomi, bagaimana menentukannya, dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya. Setelah membaca dan memahami, pikirkan mengapa ambang ekonomi ditinggalkan dan kemudian digantikan dengan sekolah lapang sebagai instrumen pengambilan keputusan.

Rangkuman
PHT pada dasarnya merupakan pengambilan keputusan. Pada mulanya, keputusan diambil oleh pihak luar melalui penentuan AE. Pada perkembangan selanjutnya, pengambilan keputusan dilakukan berbasis petani dan berbasis sistem pakar. Pada kedua pengambilan keputusan terakhir, diperlukan pengorganisasian petani. Pada mulanya petani perlu dibantu mengorganisasikan diri, tetapi ke depan seharusnya ditumbuhkan kesadaran petani sendiri untuk berorganisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk menyampaikan komentar, silahkan ketik dalam kotak di bawah ini

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...